Kamis, 03 November 2016

Sebuah versi cerita buah noni




Syahdan di suatu negeri di Somethingnesia di tahun 1600 M, yang rakyat dan para pemimpinnya sedang dilanda berbagai penyakit baik fisik, social dan moral; ditemukanlah buah mengkudu. Seorang tabib dari negeri jauh memberitahu Sang Kepala suku di kampung itu tentang betapa hebat dan manjurnya khasiat buah noni untuk menyembuhkan berbagai penyakit di kampung mereka. Ada yang percaya ada yang tidak. Yang jelas, kala itu buah mengkudu masih langka, sehingga tidak gampang untuk mendapatkannya. Siapa yang mendapatkannya, maka akan menguasai ilmu pengobatan menggunakan pace itu dan sekaligus menjadi kunci untuk mempelajari ilmu yang lain. 
Dengan memahami hal itu, Sang Kepala Suku tentu saja mengutamakan memberi kesempatan sekaligus mandat penting ini kepada  orang-orang terdekatnya. Orang-orang yang dianggap setia kepada kepala suku (bukan setia kepada sukunya) ditawari untuk pergi mencari buah pace itu ke negeri jauh. Satu orang menolak, orang berikutnya menolak, berikutnya lagi dan berikutnya lagi pun sama. Semua enggan menerima kesempatan itu dengan alasan : buat apa bepergian jauh dan lama, meninggalkan keluarga hanya demi pace, si buah yang buruk rupa dan sangat tidak enak, tidak cantik buah yang lain, baunya pun tak sedap.
Sang Kepala sangat memahami dan tidak kecewa dengan penolakan orang-orang terdekatnya karena memang itu adalah mandat yang sangat berat dan tidak sembarang orang mampu mengembannya. Sang kepala suku mulai pusing kepala. Bagaimana menyelamatkan kampungnya dari berbagai penyakit yang melanda.
Kemudian lewatlah seorang perempuan, rakyat biasa, lugu, miskin dan tidak penting sama sekali. Perempuan itu biasa disuruh mengerjakan pekerjaan-pekerjaan kasar dan tidak penting serta Kepala suku yang putus asa, berpikir: siapa tau tawaran itu bisa saya lempar kepada perempuan miskin yang jelek ini, dan siapa tau dia ini bisa saya suruh mengemban tugas ini, walaupun hati kecil.
Kepala Suku berkata “ini sebenarnya aku kurang rela, hanya karena orang-orang terdekatku sudah angkat tangan, terpaksalah kusuruh perempuan tidak penting ini untuk pergi”.
Di luar dugaan, perempuan tidak penting itu langsung menerima tawaran itu dengan senang hati dan bersemangat untuk mendedikasikan itu untuk kampungnya. Kebetulan si perempuan jelek itu selalu antusias dengan hal-hal baru apalagi ini mandat dari sang kepala suku, maka keseriusannya tidak perlu dia pertanyakan lagi.


beberapa potong cerita



Tgl 29 Maret :

Kegiatan pagi: setelah senam pagi, masih berlaku jadual yg sama seperti kemarin (minggu ini membersihkan kantor di dekat ruang direktur. Kami mengerjakannya berlima termasuk bersama direktur (Otsu Sensei), saya melihat sendiri beliau menyapu lantai dan membersihkan toilet di kantor ARI bersama kami atau bergantian, tetapi semua bekerja, tidak boleh ada yang hanya diam melihat. Otsu San memerintah kami dengan ramah dan senyum, mengajari kami sekaligus ikut mengerjakannya bersama kami. Meskipun kantor sudah kelihatan bersih, namun tetap dibersihkan setiap hari selama setengah jam. Sudah 3 hari ini aku disuruh pak direktur membersihkan lantai ruang kerja staf menggunakan mesin penyedot debu, sementara beliau menyapu di ruang tamu kantor. Teras kantor dibersihkan oleh Romeo, participant dari Liberia Africa.


Tgl 31 Maret

Masih senam pagi, bersih-bersih admin building, foodlife work di pig and chicken. Lalu sarapan pagi dan morning gathering. Kali ini John. Off the good to start. Check jadual April, besok di Fish. Lalu bantu Tadhasi Ito San packing telur bersama Lampita dan Thi Thi. Makan siang, main sepeda bersama teman-teman ke Nishinasuno. Balik ke kampus ARI. Bantu Jill bersama Kamleth bersih-bersih peralatan kandang babi.
Makan malam, semeja dengan John, Rudi, Brenda, Collins. Cerita tentang Indonesia.
Buka fesbuk.
Aku mau menunjukkan surat Kathy, tapi dicari di email susah sekali. Pulang ke Dorm dengarkan music Indonesia-Barat.



Tgl 1
Bangun, senam pagi, bersih-bersih ruang admin bersama direktur, David dan Romeo. Fish section bersama Khamlet, Ni San dan Antonio dipandu Rev. Wook Ban (orang Korea, staf ARI). Pengukuran temperature kolam, masih 90C jadi tidak perlu memberi makan ikan. Jam 8.30 Sarapan, jam 9 morning gathering oleh Osamu tentang empowerment. Pelajaran pertama jam 10. Sejarah dan vi-mi ARI oleh Otsu Sensei. Jam 12-13.30 makan. Menunya enak, cawan……(telur, jamur, sayuran di dalam cawan, dikukus), aku tidak makan nasi siang ini. Siang jam 2 pelajaran bahasa Jepang oleh Kyoko Ogura San. Isinya perkenalan dan spelling name with Japanese way. Jam 5-6 sore di fish section again. 6.30 makan. Jawab email Epil tentang penyesuaian gaji. Jam 7.30 latihan koor sampai jam 9 bersama orang-orang gereja Nhisinasuno, perkenalan lagi in Japanese. Coba skype dengan rumah, susah banget karena koneksi jelek. Jawab email Nana. Masuk kamar/ Dorm jam 9.30. Isi kerosene di penghangat ruangan bersama Mom Theodora, tapi setelah dihidupkan tetap tidak bisa.
Sampai di kamar check jadual dan ngetik laporan.

Tgl 2 April 2, 2014
Bangun pagi bersih muka, sikat gigi (tidak perlu mandi karena mau kerja dulu), main bola, senam pagi, bersihkan ruang admin (masih sama: pak direktur dengan senyumnya yang khas dan selalu menyapa, dia mulai membersihkan toilet, aku membersihkan ruang kantor pakai mesin penghisap debu). 7.00 fish section: cek suhu 80C, makani bebek pakai rumput, buat makanan bebek : okara, roti, dedak. ambil telur dapat 8 telur, cuci telur .
Jam 8 sarapan. Jam 9 morning gathering with Tomoko San. Pelajarannya: hear dan listen. Jam 10 kelas bahasa Jepang, tentang perkenalan

Untuk konsultasi
  1. Kesan saya sampai hari ini : semua menyenangkan, sedikit bingung soal pronounce yang bervariasi tapi basically it’s okay.
  2. Saya sudah melihat beberapa bagian foodlife work: pig-chicken feed, fish, CV. Siklusnya sudah baik. Ada beberapa ide untuk mengembangkannya,  di antaranya : bagaimana membuat pakan tanpa bahan kimia.

Aku merasakan sudah 3 kali gempa bumi selama di jepang ini. Gempa besar dan kecil-kecil.


curahan hati Pebruari 2014



Salibkan Yesus, bebaskan Barabas, nampaknya masih terus terjadi di mana-mana.
Siapa yang tidak menjalankan ranahnya, kok saya yang dijadikan terhukum atas kemungkinan malu yang didapat.
Selain menjadi warga di lembaga, saya juga adalah seorang pribadi yang punya aspirasi, ide, punya pertanyaan, punya pikiran saya sendiri yang tidak selalu otomatis dimengerti orang lain tanpa saya menjelaskannya.
Saya yang hanya staf biasa memiliki ide dan pertanyaan saya sendiri, saya paham untuk kaitannya dengan kantor saya sampaikan usulan kepada atasan saya. Memang dijawab, tetapi jawabannya tidak cukup jelas untuk pertanyaan dan usulan saya. Saya tidak memaksakan kehendak saya terjadi, tetapi atas dasar apa kemudian orang bebas memberangus pikiran saya yang terus bertanya-tanya.
Kalimat-kalimat saya jelas berupa pertanyaan pribadi, murni pertanyaan dan tidak berisi muatan yang mempermalukan siapapun baik individu maupun lembaga maupun keuangan program apapun. Dan perlu dicamkan, saya tidak ngemis. Saya bertanya dan toh dijawab dengan cukup baik oleh pihak yang menjawab. Tetapi aneh bin ajaib, status saya kemudian bisa menjadi terdakwa yang divonis mencemarkan nama baik lembaga dan saya diancam diberi SP kalau melakukan komunikasi dengan pihak lain lagi.
Surat-menyurat dengan AOI yang menjadi ranah manajer, tidak pernah ybs membalas dengan inisiatif dirinya sendiri, selalu melempar itu untuk saya yang menjawab, padahal itu ditujukan kepada pimpinan.
Dengan Jaker PO juga demikian
Dengan UNIKA juga demikian.
Dengan WCC pun nasib saya sama.
Bukannya saya suka melakukannya, tetapi justru saya selalu dibebani (sering dilempari ranah manajer untuk saya yang menjawab, beda dengan pendelegasian, tetapi ini pelemparan tanggung jawab) bahkan tidak dipedulikan oleh manajemen dalam hal surat-menyurat walaupun itu hal urgen yang menyangkut kepentingan lembaga ini dan harus cepat diputuskan. Kalau dapat uang saja, cepat-cepat manajemen mengambil alih segera dimasukkan ke rekening lembaga. Tetapi giliran menjawab surat, ber-etika dengan pihak luar, semuanya cuek. Setiap saya menanyakannya, selalu dikembalikan untuk saya yang menjawab.
Komunikasi dengan AOI, UNIKA, mitra-mitra lainnya bahkan pengajuan beasiswa ke WCC untuk studi ke ARI, sampai-sampai pihak ARI menelepon kantor kita memberitahu kalau aplikasi kita harus dilengkapi hari itu juga. Mereka memberitahu saya untuk membaca email dari mereka kepada Direktur dan kepada saya dan mendesak untuk segera dibalas. Sampai mereka menelepon malam itu, dan mau menunggu jawaban dari lembaga malam itu, karena harus dikirim malam itu juga. Pak Direktur sedang keluar kota, dan karena saya masih ada di kantor saya menyediakan diri untuk menindaklanjutinya itupun atas seijin beliau pak Direktur dan suratnya pun saya-cc-kan pak direktur. Tetapi lagi-lagi saya disalahkan, tidak beretika karena pertanyaan saya dikatakan salah. Walaupun sudah tahu kalau saya benar sesuai topik yang dibahas, tetap saja digolek-goleki kesalahan saya. Sebenar apapun kalimat saya, dijamin pasti dinilai salah oleh direktur, bandingkan saja dengan staf lain atau para manajer…mereka akan selalu dibenarkan, se-salah apapun itu, termasuk ndremis minta dibelikan hp Samsung yang cuma 1 juta saja, lembaga segede gajah ini harus ndremis dari uang program lho itu. Saya mengajukan pertanyaan toh tentang program beasiswa di ICCO, bukan mau minta dari uang program. COBA BANDINGKAN…mana yang lebih KERE???? Mana yang lebih MENCEMARKAN NAMA BAIK LEMBAGA? Saya atau manajer keuangan yang ndremis hp 1 juta minta diambil dari uang program ICCO????????
Siapa yang mempermalukan lembaga? Jadi siapa yang seharusnya mendapat SP????
Bagaimana menjelaskan logika bahwa saya mencemarkan lembaga. Surat-surat dengan ARI, jelas-jelas mengatakan Dear Eunike. Jadi mereka tujukan langsung kepada saya. Saya berhak sekaligus wajib menjawab, kalau mau beretika. Kalau saya diam saja, itu baru namanya saya tidak sopan.
Saya hanya berkomunikasi, menjawab surat mereka yang dengan serius mereka bertanya kepada saya tentang hal yang sangat penting, penting untuk lembaga juga.
Tetapi ketika saya berkorban untuk itu, justru saya “disalibkan”. Begini terus sejak dulu. Saya cuma kawula alit yang kebetulan punya niat gigih dan tidak pernah memperoleh sesuatu dengan mudah di sini. Hanya untuk bertahan saja di lembaga ini, kalau bagi "kelompok gelas kristal" mudah tetapi untuk saya tidak. Saya harus mengambil risiko demi risiko bahaya dan pengorbanan yang tidak sepele selama belasan tahun. Itu hanya untuk saya eksis di sini. Andai saya tidak mengambil risiko bahaya itu, pastilah saya dibuang sejak dahulu.
Itulah maka saya merasa 15 tahun di lembaga ini, sebenarnya saya SANGAT DIBUTUHKAN tetapi sebenarnya TIDAK PERNAH DIINGINKAN. Jelas saya dibutuhkan untuk kerja-kerja berbahaya dan penuh risiko (buktinya perempuan selain saya tidak ada yang mau, termasuk para senior sekalipun untuk mengambil risiko seperti yang saya ambil), saya selalu jadi tempat sampah untuk hal-hal berat dan tidak enak. Tetapi giliran yang enak-enak, “Kelompok Gelas Kristal” duluan yang menikmati. Kondisi itu sengaja dibudayakan dan ditetapkan siapa bagian sampah terus, siapa bagian enak terus....
...tetapi tetap saja Sang Pangeran menemukan Cinderela....

Eunike-menjelang keberangkatan ke Jepang....