Jumat, 28 Oktober 2016

Laporan sekilas keseharian dan materi pelatihan di ARI




Kami di sini sebanyak 27 partisipan (awalnya 28 orang tetapi satu partisipan dari Srilanka akhirnya kembali ke tanah airnya karena suatu alasan kesehatan orang tuanya). Setiap hari kami terlibat dalam kegiatan bersama volunteer dan staf untuk pekerjaan rutin yang berkaitan dengan pengelolaan komunitas ARI mulai dari morning exercise, cleaning chore, foodlife work, breakfast dan morning gathering. Pada jam 10.00 partisipan mendapatkan kelas tersendiri biasanya berupa perkuliahan (penyampaian materi oleh dosen baik teori maupun praktek) sebagaimana saya cantumkan dalam laporan bulanan saya yang lalu-lalu.

Selama 3 bulan berlalu, materi-materi pelatihan adalah sebagai berikut

1.   Leadership : ARI Foundation, History and Mission, Independent Learning, History of Nasu Canal, Observing Nasu Canal, Museum of Nasu Canal, Servant Leadership, Facilitation Skill, Paper Writing, Presentation Skill, Human Development, Proposal Writing, Religion and Rural Life, Stress Management (Dr. Joe Ozawa),
2. Developmnet Issue : ARI Credit Union, Nutrition, Danger of Chemical Farming (Dr. Tasaka), Localization (Mr. Kamata), Environment and Development, Ashio Copper Mine Pollution (Mr. Sakahara.
3. Sustainable Agriculture: intensive work shop, organic farming livestock 1 (Poultry Management),Special Lecture by Mr. Chatterjee from India, Livestock 2-4 (Pig Management, Fish Management), Rice Cultivation Preparation, Practical Field Study 1-3 (FPJ, pestisida alami, arang sekam, sutochu, tsukoji
4. Appropriate Technology, Livestock Fish Management 1-2,  
5. Practical Field Study 4 (Grafting by Jose Antonio Sanchez from Cuba), Japanese Agriculture Tei kei marketing system, Practical Field Study 5 (Black Stone by Collins Yenika Litika from Cameroon), Agroforestry (Dr. Yamada), Poultry Management, Natural Farming in Tropical Area 1-3 (Mr. Shimpei Murakami), Practical Field Study 6 (Charcoal Making), Practical Field Study 7 (Tempe Making by Eunike from Indonesia), Practical Field Study 8 (Seed Selectian and Collection),
6. Community Work : Rice Transplanting, Drainage and gutter cleaning, Potato harvesting, Chapel Decoration (with the history and philosophy),
7. Observation : Nasu Canal, NGO Rice Research Center in Ogawa Town, Kinoshi Juku and Wind Family, Ashio Copper Mine,
8. Lain-lain : Monthly Community Event, Reflection Days with consultant, HTC (Harvest Thanksgiving Ceremony) Preparation, Community Building, 
9.  Mid-term reflection (individual and consultative) 
10.  Insensive Language Class (Mrs. Kyoko Ogura) 10 times class, Self Introduction (My Sending Body and my work), Topical Discussion, Japanese refresher (Mrs. Kyoko Ogura), UCCJ Kyodan Women’s Federation Home Stay, ARI lunch in Tokyo (St. Andrew Church), ARI Sunday (UCCJ Church in Tochigi District, Kanuma), Fun Sport with Elementary School, Fellowship at Nishinasuno and Yaita Kindergarten, Fellowship at Elementary School, Summer Individual Project
Sedangkan  volunteer mengerjakan farm work di kebun dan preparing meal di kitchen. Adapun staf mengerjakan tanggung jawab pekerjaan mereka masing-masing.
Selain kegiatan di dalam kampus ARI, partisipan juga mengikuti kegiatan kunjungan ke berbagai sekolah mulai dari KB, SD, SMP dan SMA di Jepang.

Interaksi dengan peserta lain
Pada awalnya kami mengalami kesulitan dan banyak kesalahpahaman karena perbedaan bahasa. Meskipun tahu bahasa Inggris, namun kami memiliki perbedaan pronunciation. Ada di antara kami yang awalnya tidak bisa bahasa Inggris sama sekali, namun setelah 3 bulan berlalu, dia sekarang sudah bisa berbahasa Inggris dengan cukup baik dan bisa presentasi, karena semua orang mutlak melakukan presentasi jadi pasti terlatih. ARI juga menyediakan jam konsultansi. Seperti yang saya sampaikan konsultan saya adalah Osamu Arakawa yang dulu ketemu Bagus di Korea. Beliau sangat sibuk di lapang dan di kantor sekaligus tetapi beliau sangat memperhatikan perkembangan pembelajaran saya secara individu dan selalu memantau berdasarkan ekspektasi awal saya terhadap pembelajaran ini, sehingga beliau tahu apa yang harus ditambahkan untuk memaksimalkan pencapaian saya. Selama ini jam konsultansi saya ikuti secara antusias. Meskipun beliau sibuk (karena jabatannya sebagai direktur program dan sangat sibuk ke lahan/kebun), namun saya menilai kualitas pembimbingan yang diberikan kepada saya sangat prima. Kebetulan semua anak bimbing Osamu San (3 partisipan) pada semester pertama ini telah melakukan sharing kepada partisipan lain: Jose Antonio Sanchez dari Cuba sharing tentang metode grafting/ penyambungan tanaman tomat dengan terong. Collin dari Cameroon telah sharing tentang Black Stone, yang ini sangat menarik. Black stone adalah semacam arang yang dibuat dari tulang binatang mamalia tua yang berguna untuk menyerap bisa  ular, setelah seseorang digigit ular berbisa, maka pertolongan pertama sebelum ke rumah sakit adalah menempelkan black stone pada luka bekas gigitan ular itu dan racun akan keluar terserap black stone. Eunike dari Indonesia sharing tentang pembuatan tempe dan berhasil. Ternyata tempe sangat disukai orang Jepang.

Dalam training ini, partisipan dari 15 negara dunia ke tiga bertemu setiap hari, berdiskusi, sering adu argumen, saling membantu dalam hal bahasa, melakukan kegiatan di kelas, di kebun, di kelompok koor Minngos, pergi bersepeda bersama di hari libur, ke gereja masing-masing (ada banyak gereja). Kami adalah isi dari kuali adukan, saling berbeda dalam umur, kultur, etnik, warna kulit, agama, prinsip hidup dan status. Perbandingan peserta antara yang menikah dengan yang belum menikah sekitar separo-separo. Kami hidup sebagai keluarga yang saling mendukung, saat ada peserta yang rindu anak dan istri/suami, kemudian peserta lain meminjami laptop untuk bisa skype bergantian di Koinonia. Tak terhitung contoh keakraban kami sebagai keluarga mulai dari berbagi kaos kaki, tas punggung, topi ataupun dengan teman sekamar maupun teman lain. Ada teman baru, yang orang Jepang kami juga akrab dan saling berbagi barang ataupun makanan. Jika ada teman yang sakit, maka teman sekamarnya harus menolong mengambilkan makanan untuk si sakit. Kami sebagai partisipan sangat menyadari bahwa kami senasib sebagai sesama orang asing di Jepang ini, jauh dari keluarga, jadi harus saling mendukung, tentu saja kami harus menyesuaikan diri dengan lingkungan, jika tidak kami akan kesulitan menempatkan diri di tengah kemajemukan yang penuh risiko kesalahpahaman.

Eunike-Trukajaya-ARI 2014



Setengah perjalananku di ARI



Setengah perjalanan sudah saya lalui dalam pelatihan kepemimpinan perdesaan di ARI. Banyak pembelajaran saya dapatkan, di kelas, di kebun, di diskusi formal maupun dari obrolan serius dan non serius dengan semua teman dari berbagai Negara. Tidak terhitung jumlahnya, tidak terbatas dan masih berlangsung setengah masa lagi.

Untuk teman-teman Trukajaya, tempat saya “lahir, tumbuh dan besar” bersama dalam suka dan duka, saya ingin berbagi setidaknya ada 3 hal mendasar refleksi pribadi saya selama di ARI:
1.       Keunikan kurikulum pembelajaran di ARI adalah sangat multi dimensi dan mengandung pesan mendidik yang sangat cocok dengan keseharian kita sebagai NGO, pendamping masyarakat desa, juga sebagai orang tua dalam mendidik anak-anak, sebagai anggota  masyarakat yang hidup dalam pluralitas, sebagai gereja dalam masyarakat, sebagai manusia yang punya tanggung jawab mengasihi alam ini.
2.       Sebagaimanapun hebat dan indahnya kehidupan berinteraksi dengan alam di lingkungan ARI, semuanya berada dalam konteks laboratorium. Kita tidak mungkin bisa menerapkan persis semua cara hidup dan cara kelola di ARI secara mentah-mentah di komunitas kita. Kita menangkap konsep dasarnya tetapi follow up dan pengembangannya menjadi tantangan untuk kita kerjakan berdasarkan kondisi dan karakterisktik masyarakat dampingan kita.
3.       Khusus dalam konteks kita sebagai gereja, saya mendapatkan banyak inspirasi yang bisa memacu semangat GKJ untuk meneruskan langkah ber-PO gereja dan mengembangkannya secara lebih luas dalam rangka peran gereja pada masyarakat dan alam.

Kemudian, saya ingin menginformasikan beberapa hal terbaru berikut ini untuk kemudian meminta respon.
Kurikulum ARI terbagi dalam 2 semester. Pada semester ini, saya masih tergabung dalam FISH SECTION yang di dalamnya mengelola kebun sayuran, buah dan sawah padi. Untuk ternak kami mengelola kolam ikan, ternak bebek dan kambing, sebagaimana saya sampaikan di laporan saya yang lalu, jadi kami mengelola tanaman dan ternak itu secara terintegrasi (integrated farming). Saya senang belajar tentang itu mengingat komunitas dampingan kita memungkinkan untuk itu. Dan kebetulan 3 minggu kemarin, saya sudah menyelesaikan peran saya sebagai leader di grup 1 (fish section) dan sekarang beralih ke Rudi (yang dari Yogya, kebetulan satu kelompok).

Semester pertama ini diakhiri dengan program summer individual project selama 5 hari, di situ partisipan diberi kebebasan untuk memilih ingin memperdalam ilmu tambahan yang ditawarkan. Namun terbuka untuk ide baru dari minat pribadi di luar pilihan yang ditawarkan. Aktivitasnya berupa training/ praktek, magang di pemilik kebun organic di luar ARI, studi literature ataupun aktivitas lain yang dapat dilakukan secara mandiri untuk menambah analisis mendalam dari setiap partisipan selama satu semester belajar di ARI yang pada akhir bulan ini, partisipan harus mempresentasikan hasil kegiatan dan membuat laporan hasil kegiatan tersebut. 
Pada summer individual project ini saya memilih pendalaman sejarah gereja dan ARI dengan topic peran gereja Nishinasuno dalam community development melalui kerjasama dengan ARI. Di situ saya mempelajari bagaimana peran gereja (bagaimana para tokoh pendiri gereja bertemu dan seia-sekata dengan pendiri ARI untuk melakukan kerja sama yang berkesinambungan hingga saat ini dalam community development melalui program training ini, bagaimana gereja Nishinasuno mendorong jemaatnya untuk memahami, bagaimana teologi pemberdayaan dikembangkan di gereja Nishinasuno). Sejak awal saya tertarik tentang pengorganisasian. Saya akan melakukan wawancara dengan para pendiri gereja Nishinasuno yang usianya sudah di atas 70 tahun, mumpung mereka masih memungkinkan untuk digali informasinya.

Adapun untuk semester berikutnya kami akan ditawari lagi apakah akan pindah ke section lain (pig atau chicken) atau tetap tinggal di grup 1 yaitu Fish.
Secara pribadi saya masih senang belajar di fish section walaupun grup 1/ fish section memiliki total lahan yang terluas dan tempatnya terpisah-pisah dibanding section lain yang hanya satu tempat dan lebih sempit. Untuk hal ini, saya meminta tanggapan apakah saya harus pindah ke bagian pig atau chicken. Atau tetap di fish?

Maksud saya, tanggapan itu bisa berdasarkan prediksi masa depan Trukajaya, sekitar 5 tahun ke depan. Karena renstra kita berakhir 2016, saya masih bisa mengikuti perkembangan kondisi Trukajaya dari laporan program di Kadang Truka, tetapi untuk prediksi ke depan saya butuh informasi dari teman-teman. Kalau saya pindah di bagian pig, kira-kira apa yang bisa saya pelajari untuk follow up ke depan, contohnya pengembangan ternak babi. Begitu juga kalau saya pindah di chicken, saya juga akan belajar kalau bisa berdasarkan/ bisa menjawab kebutuhan masyarakat dampingan kita di masa depan. Atau kalau saya tetap di fish dengan integrated farming-nya, apakah kita/ Trukajaya ke depan kira-kira akan mengembangkan itu?
Demikian kabar terbaru dari saya.
Salam kangen

Eunike
Ditulis pada September 2014, tetapi tidak cukup mendapat tanggapan yang memadai dari Salatiga

Kamis, 27 Oktober 2016

Indahnya harmoni




Satu pembelajaran berharga dari kehidupan bersama di Asian Rural Institute

Saya terinspirasi dari lagu-lagu indah yang dinyanyikan siswa Dokuritsu Gakuin High School, begitu harmony dan sangat berkesan. Saya sempat membayangkan anak-anak saya menjadi bagian di dalam komunitas itu dan menyanyikan lagu-lagu yang seindah itu.

Di dalam harmoni selalu ada perbedaan: perbedaan pendapat, perbedaan pemikiran, perbedaan karakter, perbedaan latar belakang pendidikan dan budaya, perbedaan agama, perbedaan prinsip hidup. Perbedaan menjadi konflik dalam kehidupan ini, itu hal yang wajar. Ada konflik itu juga pertanda bagus dalam komunitas, jadi jangan alergi terhadap konflik, jangan takut berkonflik….tetapi….kita adalah orang-orang dewasa, di sini kita belajar kepemimpinan, bahkan servant leadership…saya selalu tertarik dengan topic ini.

Saya tertarik dengan morning gathering  Rudi, teman sesama dari Indonesia di suatu pagi dalam Rural Community Study Tour, Uncle Timo juga mengatakan MG Rudi waktu itu sangat pendek tetapi maknanya sangat dalam. Eunike tidak pernah mengenal Ernest dari Malawi sebelumnya, Rudi tidak pernah mengenal Motoki dari Korea sebelumnya, Eh-Thaw dari Myanmar belum pernah mengenal Mario dari India sebelumnya, tetapi keajaiban cinta dan harmony menyatukan semua perbedaan di tempat itu, sebagaimana kuali adukan yang isinya sup. Kalau hanya air bukan sup namanya. Air dan garam saja, juga bukan sup. Sup pasti mengandung bahan-bahan, air dan bumbu sehingga rasanya sedap. 

Sepanjang 13 tahun, saya dan direktur saya (pimpinan di sending body saya) sering berkonflik, beda pendapat, kadang juga ada prasangka buruk di antara kami, tetapi entah mengapa dia selalu memberi saya kepercayaan untuk memegang program-program yang riskan. Sebaliknya, saya juga sering jengkel kepadanya karena di forum dia sering mengambil keputusan sepihak tanpa mempertimbangkan pendapat anak buahnya, tetapi entah mengapa saya selalu datang padanya untuk meminta pendapat saat saya mengalami kesulitan. Saya menemukan bahwa kami berdua adalah tim yang kuat dan efektif dalam meraih sebuah tujuan besar. Meskipun kami tahu kami tidak saling menyukai dan sebenarnya tidak nyaman bila berdekatan. Saya tidak akan pernah menjadi sama dengan beliau, begitu pula sebaliknya. Tetapi darinya saya belajar untuk memandang hidup ini tidak hitam dan putih. Darinya saya belajar bagaimana yang lemah juga dipandang berarti dalam komunitas, tidak hanya yang kuat.
Belajar bukan berarti hanya melihat yang baik. Belajar adalah mengamati hal yang baik dan buruk, kemudian menganalisanya dan mengambil intisarinya dengan hanya menggunakan hal yang baik, bukan  bagaimana melakukan hal yang buruk. Bukan juga mencampurnya. Kita meyakini pertanian kimia itu buruk, jadi jangan dilakukan. Sebelum meyakininya, kita melihat, mendengar dan belajar dan menjadi paham bahwa itu tidak untuk dilakukan karena berbahaya untuk kehidupan. Kita mempelajarinya dengan cara mengamatinya, bukan untuk mengikuti/ melakukannya, kan? Tetapi untuk mengetahui mengapa berbahaya, bagaimana cara kerjanya sehingga berbahaya, siapa yang diuntungkan-siapa dirugikan dari penggunaan bahan kimia itu, dlsb. Untuk itu kita tidak perlu alergi atau menjauhi mereka yang beraktivitas kimia, tetapi kita punya ketetapan hati pada gaya hidup organik sebagai sebuah gerakan dan kita yakini itu yang benar.

Saya tertarik motto/ prinsip di Dokuritsu Gakuin, sebuah sekolahan di suatu desa di Jepang, setingkat SMU yang berbunyi :
Takutlah kepada Tuhan, bukan kepada manusia. 

Untuk kesekian kalinya aku bersyukur menjadi bagian dalam pembelajaran di ARI 2014. Komunitas ini tiada duanya di dunia, mari bersyukur untuk kehadiran setiap orang di dekat kita, tanpa mereka kita tidak bisa menjadi yang sekarang ini.  
Kita benar-benar tidak perlu memaksa diri menjadi sama dengan orang lain. Biarlah harmoni itu tumbuh dalam perbedaan alami, termasuk harmoni dengan alam. Dalam kepemimpinan kita belajar memimpin alam ini tetapi pada saatnya juga memberi kesempatan alam untuk menjadi pemimpin dan kita yang dipimpin. 
Prinsip itu juga bisa kita gunakan dalam menjaga harmoni dengan sesama. Jika kita tidak suka kepada seseorang atau kita tidak disukai olehnya, jangan menghindarinya, justru kesempatan kita untuk melatih diri sendiri menjadi pemimpin sejati. Mampukah kita memimpin perasaan tidak suka dalam hati kita agar tidak menguasai kita, tetapi kitalah yang berkuasa terhadap perasaan itu. Kebanyakan orang yang lemah memilih jalan termudah: merengek minta dipindahkan, menarik diri atau berusaha menyingkirkan orang yang tidak kita sukai itu. Itu pertanda kita tidak cukup berkapasitas sebagai pemimpin. Ketika kita sangat membenci seseorang, tetapi kita masih bisa melakukan hal terbaik bersama orang itu, itulah leadership yang sesungguhnya.
Kita tidak perlu memaksa diri untuk suka kepada orang lain atau memaksa orang lain suka kepada kita tetapi bagaimana hidup dalam kondisi tidak disukai atau tidak suka kepada orang lain tetapi tetap saling menghargai bahwa keberadaannya sama penting dalam komunitas. Itu ranah pribadi.
Tetapi ketika bicara soal ranah komunitas atau lembaga, tidak boleh mengedepankan ranah pribadi. Lembaga punya aturan jelas dan itu berlaku untuk semua setara dan tidak membuka tawar-menawar. Di situlah kualitas dan kapasitas seorang pemimpin diuji apakah dia pemimpin sejati ataukah abal-abal.

Pemimpin sejati selalu menghadirkan harmoni, bukan membatasi harmoni. Harmoni itu perbedaan tetapi menghasilkan keindahan, bukan perpecahan atau intrik jegal-menjegal, itu sama sekali tidak indah.
Sebagai penutup baiklah saya mengutip ucapan seorang pemimpin sejati; dia mati ditembak sebagai pahlawan yang memperjuangkan hak-hak azasi manusia. Begini katanya:

“Everybody can be great because anybody can serve. You don’t have to have a college degree to serve. You don’t have to make your subject and verb agree to serve. You only need a heart full of grace. A soul generated by love.” – Martin Luther King Jr. 

 Terjemahan bebasnya: “Setiap orang dapat menjadi besar karena siapa saja dapat melayani. Anda tidak perlu memiliki gelar akademis agar dapat melayani. Anda tidak perlu membuat subjek dan kata-kerja anda setuju untuk  melayani. Yang anda butuhkan adalah sebuah hati yang penuh rahmat. Sebuah jiwa yang dibangkitkan oleh kasih.” – Martin Luther King Jr.




catatan Eunike dari Rural Community Study Tour ARI 2014