Kamis, 03 November 2016

curahan hati Pebruari 2014



Salibkan Yesus, bebaskan Barabas, nampaknya masih terus terjadi di mana-mana.
Siapa yang tidak menjalankan ranahnya, kok saya yang dijadikan terhukum atas kemungkinan malu yang didapat.
Selain menjadi warga di lembaga, saya juga adalah seorang pribadi yang punya aspirasi, ide, punya pertanyaan, punya pikiran saya sendiri yang tidak selalu otomatis dimengerti orang lain tanpa saya menjelaskannya.
Saya yang hanya staf biasa memiliki ide dan pertanyaan saya sendiri, saya paham untuk kaitannya dengan kantor saya sampaikan usulan kepada atasan saya. Memang dijawab, tetapi jawabannya tidak cukup jelas untuk pertanyaan dan usulan saya. Saya tidak memaksakan kehendak saya terjadi, tetapi atas dasar apa kemudian orang bebas memberangus pikiran saya yang terus bertanya-tanya.
Kalimat-kalimat saya jelas berupa pertanyaan pribadi, murni pertanyaan dan tidak berisi muatan yang mempermalukan siapapun baik individu maupun lembaga maupun keuangan program apapun. Dan perlu dicamkan, saya tidak ngemis. Saya bertanya dan toh dijawab dengan cukup baik oleh pihak yang menjawab. Tetapi aneh bin ajaib, status saya kemudian bisa menjadi terdakwa yang divonis mencemarkan nama baik lembaga dan saya diancam diberi SP kalau melakukan komunikasi dengan pihak lain lagi.
Surat-menyurat dengan AOI yang menjadi ranah manajer, tidak pernah ybs membalas dengan inisiatif dirinya sendiri, selalu melempar itu untuk saya yang menjawab, padahal itu ditujukan kepada pimpinan.
Dengan Jaker PO juga demikian
Dengan UNIKA juga demikian.
Dengan WCC pun nasib saya sama.
Bukannya saya suka melakukannya, tetapi justru saya selalu dibebani (sering dilempari ranah manajer untuk saya yang menjawab, beda dengan pendelegasian, tetapi ini pelemparan tanggung jawab) bahkan tidak dipedulikan oleh manajemen dalam hal surat-menyurat walaupun itu hal urgen yang menyangkut kepentingan lembaga ini dan harus cepat diputuskan. Kalau dapat uang saja, cepat-cepat manajemen mengambil alih segera dimasukkan ke rekening lembaga. Tetapi giliran menjawab surat, ber-etika dengan pihak luar, semuanya cuek. Setiap saya menanyakannya, selalu dikembalikan untuk saya yang menjawab.
Komunikasi dengan AOI, UNIKA, mitra-mitra lainnya bahkan pengajuan beasiswa ke WCC untuk studi ke ARI, sampai-sampai pihak ARI menelepon kantor kita memberitahu kalau aplikasi kita harus dilengkapi hari itu juga. Mereka memberitahu saya untuk membaca email dari mereka kepada Direktur dan kepada saya dan mendesak untuk segera dibalas. Sampai mereka menelepon malam itu, dan mau menunggu jawaban dari lembaga malam itu, karena harus dikirim malam itu juga. Pak Direktur sedang keluar kota, dan karena saya masih ada di kantor saya menyediakan diri untuk menindaklanjutinya itupun atas seijin beliau pak Direktur dan suratnya pun saya-cc-kan pak direktur. Tetapi lagi-lagi saya disalahkan, tidak beretika karena pertanyaan saya dikatakan salah. Walaupun sudah tahu kalau saya benar sesuai topik yang dibahas, tetap saja digolek-goleki kesalahan saya. Sebenar apapun kalimat saya, dijamin pasti dinilai salah oleh direktur, bandingkan saja dengan staf lain atau para manajer…mereka akan selalu dibenarkan, se-salah apapun itu, termasuk ndremis minta dibelikan hp Samsung yang cuma 1 juta saja, lembaga segede gajah ini harus ndremis dari uang program lho itu. Saya mengajukan pertanyaan toh tentang program beasiswa di ICCO, bukan mau minta dari uang program. COBA BANDINGKAN…mana yang lebih KERE???? Mana yang lebih MENCEMARKAN NAMA BAIK LEMBAGA? Saya atau manajer keuangan yang ndremis hp 1 juta minta diambil dari uang program ICCO????????
Siapa yang mempermalukan lembaga? Jadi siapa yang seharusnya mendapat SP????
Bagaimana menjelaskan logika bahwa saya mencemarkan lembaga. Surat-surat dengan ARI, jelas-jelas mengatakan Dear Eunike. Jadi mereka tujukan langsung kepada saya. Saya berhak sekaligus wajib menjawab, kalau mau beretika. Kalau saya diam saja, itu baru namanya saya tidak sopan.
Saya hanya berkomunikasi, menjawab surat mereka yang dengan serius mereka bertanya kepada saya tentang hal yang sangat penting, penting untuk lembaga juga.
Tetapi ketika saya berkorban untuk itu, justru saya “disalibkan”. Begini terus sejak dulu. Saya cuma kawula alit yang kebetulan punya niat gigih dan tidak pernah memperoleh sesuatu dengan mudah di sini. Hanya untuk bertahan saja di lembaga ini, kalau bagi "kelompok gelas kristal" mudah tetapi untuk saya tidak. Saya harus mengambil risiko demi risiko bahaya dan pengorbanan yang tidak sepele selama belasan tahun. Itu hanya untuk saya eksis di sini. Andai saya tidak mengambil risiko bahaya itu, pastilah saya dibuang sejak dahulu.
Itulah maka saya merasa 15 tahun di lembaga ini, sebenarnya saya SANGAT DIBUTUHKAN tetapi sebenarnya TIDAK PERNAH DIINGINKAN. Jelas saya dibutuhkan untuk kerja-kerja berbahaya dan penuh risiko (buktinya perempuan selain saya tidak ada yang mau, termasuk para senior sekalipun untuk mengambil risiko seperti yang saya ambil), saya selalu jadi tempat sampah untuk hal-hal berat dan tidak enak. Tetapi giliran yang enak-enak, “Kelompok Gelas Kristal” duluan yang menikmati. Kondisi itu sengaja dibudayakan dan ditetapkan siapa bagian sampah terus, siapa bagian enak terus....
...tetapi tetap saja Sang Pangeran menemukan Cinderela....

Eunike-menjelang keberangkatan ke Jepang....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar