Rabu, 01 Juli 2020

Mengapa akhir-akhir ini saya antusias belajar spiritualitas

Dimulai pertengahan 2016 saat mencoba menjadi vegetarian, lalu pertengahan 2017 menerima kembali tugas live in bersama komunitas sehingga jauh dari keluarga, kemudian mengalami kecelakaan cukup parah yang pertama tanggal 24 September 2017 dan ke dua 7 Juli 2018, menandai moment of interest tahapan hidupku.

Semua itu terjadi ketika di perjalanan ke Gilangharjo, naik sepeda motor aku menangis, mengalir deras air mataku, aku benar-benar meratapi nasibku, terasa berat sekali beban hidupku, bukan makin berkurang tetapi makin bertambah saja, kemudian mengalami banyak sinkronitas angka kembar di plat mobil, spanduk, nota belanja dan nomor-nomor kontak di pinggir jalan, perjalanan spiritualku dimulai.
Apakah imanku goyah? Tidak.
Aku masih percaya kepada Allah Tritunggal Sang Pencipta alam semesta.
Ada yang menganggap prosesku sebagai okultisme. Terserah. Tetapi menurutku tidak. Di Alkitab sendiri ada cerita tentang tanda dari ilmu perbintangan, pertanda mimpi, dan semua itu bukan okultis. Beberapa kali aku bermimpi dan aku mencari tahu artinya dengan cara browsing di internet. Dari situ pencarianku berlanjut ke mana mana, banyak yang aku dapatkan akhirnya.

Ketika seorang pemeran diarahkan ke langkah-langkah spesial, tak terduga sebelumnya, itu sebenarnya dia sedang disiapkan oleh sang dalang untuk suatu peran tertentu di suatu masa yang akan datang.

Dalam hidup ini tidak ada yang saya dapatkan dengan mudah hanya dengan diam menunggu. Mulai dari kehidupan di masa kecil, masa sekolah, setelah dewasa mencari pekerjaan, melewati banyak hal buruk dan hal baik di dalamnya, bahkan saya akui jodoh pun saya dapatkan dengan aktif berusaha (mungkin tidak semua perempuan memilih langkah seperti saya), dan perjuangan-perjuangan berikutnya dalam hidup ini. Sungguh saya bersyukur semua perjuangan itu membentuk saya.
Kalau hidup ini adalah permainan peran, sejak berumur 27 tahun hingga saat ini umur saya 46 tahun saya memerankan orang yang bekerja di dunia masyarakat desa dengan tuntunan semesta untuk saya konsen di dunia bertani lestari. Mungkin tidak sempurna, tetapi saya berjuang memerankan tokoh ini sebaik yang saya mampu.
Dunia pertanian lestari mungkin yang disediakan semesta spesial untuk hidup saya. Dan saya menerima peran itu, buktinya saya nyaman berada dalam rutinitas obrolan, aktivitas maupun gerakan di situ. Apakah saya akan berhenti ? Lagi-lagi kalau hidup ini sebuah permainan peran, maka sangat tergantung kehendak semesta sebagai dalangnya, peran saya akan tetap ataukah berganti, di panggung yang sama atau berbeda tidak hanya satu panggung, semua akan saya terima dan jalani dengan penuh syukur.
Saya yakin Sang Dalang adalah pihak yang paling tahu setiap pemeran dan pasti menyiapkan segala perangkat pendukung (materi, kostum, media, dlsb) secara maksimal sehingga menghasilkan maha karya yang memukau.

Ketika seorang pemeran diarahkan ke langkah-langkah spesial, tak terduga sebelumnya, itu sebenarnya dia sedang disiapkan oleh sang dalang untuk suatu peran tertentu di suatu masa yang akan datang.

Saya mulai mengamati hal-hal lain di luar pertanian lestari. Soal budaya, soal pendidikan, politik, agama, ideologi bangsa, dlsb. Beruntung sekarang kita hidup di zaman teknologi global, ada media sosial (medsos) untuk menyampaikan pikiran. Sebagai warga negara yang sadar hukum, saya punya hak menyampaikan pendapat melalui media-media yang tersedia seperti salah satunya blog gratisan tentang  Pertanian Organik ini, yang akhirnya isinya tidak hanya kampanye pertanian organik...hehehe...
Ketika saya mengkritik, beropini, membagikan unggahan orang lain di facebook, banyak yang suka, banyak yang tidak suka dan mengingatkan saya untuk menggunakan medsos hanya untuk menjalin relasi dengan teman-teman saja, medsos jangan digunakan untuk menciptakan permusuhan; bahkan beberapa yang dahulu teman akrab saya kemudian meng-unfriend saya setelah tahu saya berdebat dengan sesama teman.
Saya tidak juga lalu mengatakan silakan unfriend, saya nggak rugi. Nggak gitu juga.
Saya tetap merasa kehilangan teman, apalagi yang dahulunya sahabat karib waktu kuliah maupun teman diskusi yang cukup akrab, kemudian tidak lagi mau berteman dengan saya hanya karena tidak suka membaca tulisan-tulisan saya. Tetapi saya bisa apa...mosok saya paksa mau berteman lagi kalau beliaunya nggak mau berteman lagi...
Ya sudah saya teruskan langkah saya. Untuk memainkan peran dengan baik, saya harus total. Ketika akal budi dan nurani saya diarahkan melihat ketidakadilan dan kesewenang-wenangan, apapun itu, dalam gerakan pertanian lestari maupun bukan, saya juga tidak bisa diatur untuk memilih-milih mana yang  boleh saya respon mana yang tidak boleh, tidak bisa, saya punya hak merespon semuanya. Justru menjadi aneh ketika saya bisa berapi-api mengkritisi dunia pertanian lestari tetapi ketidakadilan dalam kehidupan beragama, berpendidikan, berpolitik tergelar jelas di depan mata, kok tidak saya pedulikan. Padahal yang namanya ketidakadilan itu sama saja di manapun bidang kehidupan, tanpa kecuali.
Like atau tidak dari friend di medsos, itu bukan tujuan utama. Lha wong contohnya di facebook saja tidak ada fitur unlike, adanya cuma like.
Apapun itu tidak untuk pamrih diri pribadi. Bagi saya medsos adalah juga arena saling belajar dan setiap orang harus bertanggung jawab dengan apapun yang disampaikannya. Sepanjang tidak ujaran kebencian atau berita bohong, maka saya akan jalan terus.
Tentu saja saya harus berusaha se-etis mungkin, kecuali kepepet harus keras, itu karena sungguh-sungguh kepepet...hehehe...
Jika ternyata ada yang tidak suka atau bahkan marah, saya mohon maaf namun saya tidak bisa berhenti mengikuti desain Sang Dalang Kehidupan untuk suatu peran yang sedang disiapkanNya.
Saya cuma mengajak masing-masing kita mengkonfirmasi peran apa yang diciptakan semesta spesial untuk kita...