Senin, 11 April 2016

Kedaulatan atas ketahanan pangan


KEDAULATAN DAN KETAHANAN PANGAN
MELALUI PERTANIAN ORGANIK

Oleh : Eunike Widhi Wardhani

Latar belakang
Bencana yang dialami bangsa Indonesia tak hanya tsunami Aceh, gempa bumi di Jogja ataupun letusan Merapi namun dunia pertanian Indonesia pun telah lama berada dalam bencana yang berkepanjangan. Bukan menakut-nakuti, tetapi itu memang sudah terjadi. Bukan di jauh sana, tetapi sudah ada di sekitar kita, di depan kita bahkan menyatu di dalam diri kita.
Dahulu kita mengenal baik padi lokal Bengawan, Rojolele, jagung lokal yang rasanya lebih enak dan dapat dibuat nasi jagung. Karena tanaman-tanaman lokal tersebut dibudidayakan oleh petani dahulu, sebelum mereka diperkenalkan dengan benih-benih introduksi dari luar negeri yang berpasangan dengan pupuk kimia yang teknologinya pun berasal dari luar negeri.
Kondisi pertanian Indonesia sekarang ini sangat memprihatinkan. Kalau kita ikuti informasi di media massa bahwa harga benih dan pupuk melambung tinggi terus-menerus tak bisa turun lagi. Sementara hasil panen petani baik itu padi, jagung, dll selalu ditekan. Kalaupun ada peningkatan, petani belum sempat menikmati hasilnya sudah didahului kenaikan harga pupuk dan benih. Dari tahun ke tahun selalu begitu. Kadang dalam setahun bisa terjadi 4-5 kali kenaikan harga benih. Belum soal kelangkaan pupuk yang kabarnya terjadi di mana-mana. Kondisi ini berlangsung lama dan telah membuat petani tertekan dan seolah terombang-ambing dalam ketidakpastian. Padahal itu satu-satunya harapan hidup mereka.

Ketergantungan terhadap benih dan pupuk kimia
Mungkin kita sendiri sudah tidak ingat kapan persisnya mulai terjadi bencana itu. Yang jelas sejak diberlakukannya Revolusi Hijau tahun 1960-an, memang pertanian yang menjadi tulang punggung masyarakat Indonesia sebagai negara agraris telah dikendalikan oleh kepentingan modal besar yang mendikte pertanian. Revolusi hijau menghancurkan sistem pertanian tradisional, menggantinya dengan pertanian modern yang ditandai dengan adanya saprotan (sarana produksi pertanian) yang lebih memudahkan petani dalam bercocok tanam. Hal itu memberi tawaran yang menggiurkan sehingga petani kini telah terjebak dan mengikuti pola tersebut.
Berbicara tentang pertanian tak hanya berbicara soal bagaimana proses bercocok tanam tetapi beberapa syarat yang harus disiapkan sebelumnya. Tanah (alat produksi), budidaya, dan pasca produksi (setelah panen) merupakan rangkaian sistem yang tak dapat dipisahkan. Petani bisa sejahtera kalau : menguasai tanah, menguasai proses produksi (budidaya) dan menguasai hasil panen. Tetapi yang terjadi adalah hanya sebagian kecil petani memiliki dan menguasai tanah. Selebihnya dikuasai pemodal besar yang mendapatkan fasilitas dari negara seperti perkebunan, pertambangan, dll sementara petani hanya sebagai tukang tani semata.
Pengolahan tanah serta budidaya pertanian di Indonesia setelah diberlakukannya Revolusi Hijau telah dikendalikan oleh modal besar yang didukung pemerintah seperti halnya sarana dan prasarana pertanian dengan diberlakukannnya peraturan-peraturan yang memojokkan petani sehingga terpaksa menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Perkembangan berikutnya hal itu mematikan kreatifitas dan ketelitian petani dalam melakukan pengolahan lahan dan budidaya. Dan yang lebih mengerikan adalah ketergantungan terhadap produk kimia dalam kehidupan petani.
Pada saat panen, petani tidak mempunyai kekuatan sedikitpun untuk menentukan harga atas produk pertanian yang dihasilkannya, tetapi justru orang-orang yang memiliki modal besar yang difasilitasi negara yang dapat menentukan harga hasil dari produk pertanian sehingga kehidupan petani selalu tertindas.

Kerusakan tanah
Tanah telah memberikan kehidupan bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Kesuburan tanah ditentukan oleh faktor alami dan manusia. Sisa-sisa tanaman/ tumbuhan, kotoran hewan, timbunan dari letusan gunung berapi mengakibatkan bertambahnya unsur hara tanah.
Manusia bisa mendukung namun bisa juga menghambat kesuburan tanah. Manusia dalam perkembangan dewasa ini masih banyak yang melakukan pola kerja tidak arif dan bahkan merusak tanah. Manusia hanya bisa memeras tanah dengan mengambil manfaatnya hasilnya tetapi lupa bahwa tanah juga membutuhkan pengembalian bahan organik. Manusia hanya mementingkan tanamannya subur dengan pemakaian bahan kimia, tetapi tanah yang menderita untuk mengahasilkan tanaman subur itu, tidak ditolong.
Lama-kelamaan tanah tak mampu lagi memenuhi keinginan manusi menghasilkan tanaman yang subur, tetapi malah mengalami kerusakan yang luar biasa antara lain tanah menjadi keras (bantat), kelembaban tanah rendah (tanah menjadi sangat kering), tidak dapat menyimpan hara karena tercuci, jasad hidup kecil di dalam tanah mati karena penggunaan pupuk dan pestisida kimia, kandungan bahan organik menurun sehingga tanah menjadi tidak subur.
Dalam mengatasi permasalahan itu, mulai dikembangkan pertanian organik, yaitu sistem pertanian dengan upaya memasukkan bahan organik ke dalam tanah untuk menghidupkan unsur-unsur yang menopang unsur hara dalam tanah.




Kembali ke Pertanian Organik sebagai siklus yang sehat

Sebenarnya Pertanian Organik bukan hal yang baru bagi kita. Simbah-simbah, nenek moyang kita dulu telah mengajarkan cara bercocok tanam dengan memperhatikan keseimbangan alam. Kotoran ternak, digunakan sebagai pupuk untuk menyuburkan tanaman padi, jagung dan sayuran. Setelah panen, sisa panen berupa tangkai padi, tebon, rumput-rumput (gulma) digunakan untuk pakan sapi. Sapi menghasilkan kotoran yang dikembalikan ke lahan/ tanh. Demikian seterusnya sehingga tidak ada bahan yang terbuang karena semua berputar menjadi siklus yang sehat dan tidak terputus.
Untuk memulai kegiatan Pertanian Organik, kita bisa memulai dari lahan kita masing-masing. Lahan di sekitar kita dapat ditanami berbagai tanaman sayuran, buah, dll dengan mengutamakan masukan bahan organik. Kita dapat membuat pupuk organik sendiri yang tentunya bahan-bahannya didatangkan dari luar lebih dahulu, kalau belum ada. Kemudian jika ada hama/ penyakit, kita tak perlu membeli pestisida kimia, namun ada banyak tumbuhan/ tanaman di sekitar kita yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama/ penyakit.
Secara prinsip, Pertanian Organik memberi perhatian pada:
1.      Pemanfaatan tanah secara bijaksana
2.      Pemanfaatan bahan organik
3.      Penggunaan benih lokal
4.      Sesedikit mungkin masukan dari luar (benih dari luar dan pupuk kimia)
5.      Menyatukan antara peternakan dengan pertanian dalam satu sistem budidaya
6.   Memihak kepada petani kecil yang kepentingannya tidak tertampung oleh sistem pertanian modern
7.      Ramah lingkungan
8.      Layak secara ekonomi (biaya produksi lebih murah)
9.      Adil dan tidak merugikan manusia dan tanah.


Salatiga, 9 juni 2006

Penulis


Tidak ada komentar:

Posting Komentar