Senin, 11 April 2016

Cinderela


Semalam aku diskusi dengan seorang teman tentang cerita cinderela.
Cerita klasik yang sebenarnya terus terjadi dalam berbagai bentuk dan berbagai kasus di masa kini.
Sang ibu tiri pasti akan memanjakan dan melindungi anak-anaknya, tidak perlu capek mengerjakan pekerjaan rumah tangga,  minum dan makan enak, semua serba mudah. Kalau ada undangan penting anak-anak itu yang disuruh menghadiri, karena akan bertemu sang pangeran (yang berarti keuntungan financial, nama baik, fasilitas, kemudahan, dll). Sementara itu semua pekerjaan berat harus dikerjakan oleh Cinderela seorang diri, makanpun jatahnya kurang dari saudaranya yang lain (haknya tidak diberikan sesuai yang seharusnya) dan kalau ada undangan “menggiurkan”, Cinderela dilarang ikut. Karena akan mengacaukan rencana ibu tiri dan anak-anaknya. Tak jarang kepada siapapun tamu yang menanyakan tentang Cinderela, sang ibu tiri berkata: “Ah, dia itu cuma pembantu, tidak perlu diajak ngobrol dengan kita, dia juga pembantu yang pemalas kok, pekerjaannya tidak pernah beres, kemarin saja mecahin gelas 2, hari ini lantai sudah kotor begini belum disapu, kami semua sudah lapar dia belum juga memasak sesuatu untuk kami makan, memang dia tidak berguna, jangan hiraukan dia”.
Di posisi manakah kita?
Apakah kita di posisi Cinderela?
Apakah kita seperti ibu tiri?
Ataukah kita seperti saudara-saudaranya Cinderela?
Tapi alam sudah mengaturnya, bahwa Sang Pangeran tetap menemukan Cinderela.


Eunike Brahmantyo



Tidak ada komentar:

Posting Komentar