Kamis, 27 Juni 2013

Anak kandung dan anak tiri

Anak kandung dan anak tiri

Suatu hari, saya bersama suami dan 2 anak kami berkunjung ke rumah orang tua kami (bapak-ibu mertua saya) yang tinggal di gang. Adipurnan dekat lapangan Pancasila Salatiga. Singkat cerita, sampai di rumah orang tua, kami berbincang sejenak dan perhatian saya kemudian tertuju pada acara TV yaitu sebuah film cerita keluarga yang sangat inspiratif bagi saya. Saya lupa siapa yang memilih chanel tersebut dan saya tidak tahu judul film itu, tetapi kebetulan saat itu baru mulai dan ceritanya memaksa saya menontonnya sampai selesai dan membekas di ingatan saya sampai detik ini. Mungkin teman-teman ada juga yang nonton film itu.
 
Begini ceritanya :
Ada 2 perempuan bernama Reva dan Yanti, yang sama-sama sudah berkeluarga. Yanti dan suaminya bekerja sebagai pembantu di rumah Reva & suaminya. Mereka kemudian sama-sama hamil dan akhirnya melahirkan pada hari yg sama, di Rumah Sakit yang sama dan bayinya sama-sama perempuan. Kedua ibu dan bayinya sehat.
Yanti diam-diam menyimpan niat jahat kepada Reva. Dia bosan jadi pembantu dan ingin kaya dengan jalan pintas. Disuruhnya suaminya menukar bayi mereka dengan bayi majikannya, Reva. Tujuannya adalah agar anak kandungnya mendapatkan fasilitas, kasih sayang dan penghidupan yang baik termasuk harta warisan dari keluarga Reva sehingga dirinya kelak akan ikut menikmatinya juga. Adapun bayi yang dilahirkan Reva akan diasuh oleh Yanti dan diaku sebagai anak Yanti.
Kedua bayi yang sudah tertukar itu dibawa pulang oleh ibu masing-masing. Dan benar, bayi yang dibawa pulang Reva diberi kasih sayang, perhatian dan tentu saja penghidupan yang sangat baik dari ayah ibunya. Bayi Reva diberi nama Kasih. Sebaliknya bayi yang dibawa pulang Yanti (diberi nama Desi), tidak pernah diperhatikan. Digambarkan di film itu: sampai bayi kecil itu menangis entah karena lapar atau popoknya basah, ibunya tidak menolongnya bahkan sering membentak dan sering memerintah suaminya agar mengurusi bayi itu dengan mengatakan “toh bukan anakku, tapi anak Reva”.
Sebagai pembantu di rumah Reva, Yanti semakin rajin bekerja supaya bisa dekat dengan “anak kandungnya”. Tentu saja dalam melayani Kasih, Yanti melakukannya dengan sangat sempurna layaknya seorang ibu kepada anaknya, memanjakannya dan menggendongnya dengan penuh kasih sayang, karena Yanti merasa itu anak kandungnya. Sedangkan Desi, sejak bayi tidak mendapatkan haknya sebagai anak: hak mendapat kasih sayang, hak bermain, hak belajar maupun mendapatkan makanan yg cukup. Waktu terus berlalu, kedua anak itu tumbuh semakin besar, kira-kira 7 tahun.
Yanti mulai mengajak Desi ikut bekerja sebagai pembantu di rumah Reva. Desi disuruh menyapu, mengepel lantai, membersihkan halaman dan pekerjaan-pekerjaan berat lainnya yang sebenarnya belum layak dilakukan seorang anak kecil, sementara Yanti bersantai ongkang-ongkang kaki. Reva sering melihat itu dengan sedih dan entah mengapa Reva merasakan sesuatu yang berbeda. Reva semakin menyayangi Desi. Yanti tersenyum-senyum dan berkata dalam hati “Rasain lu, Reva. Anak lu tuh sekarang sudah jadi pembantu di rumah lu sendiri…sementara anak gue jadi majikan…sebentar lagi gue ikut jadi majikan”.
Demikianlah Yanti merancang segala kejahatan dan dia bertekad suatu hari nanti akan membuka rahasia itu di saat segala milik Reva sudah berpindah ke tangannya. Suatu kejutan yang pasti akan menghancurkan Reva.

Reva tidak tega melihat Desi sering disuruh bekerja berat oleh ibunya. Reva sering memberi uang kepada Desi. Tapi Yanti selalu merampas uang itu secara kasar, tanpa sepengetahuan Reva. Yanti terus saja berlaku kejam pada Desi, selain menyuruh Desi melakukan pekerjaan-pekerjaan berat, juga membentak-bentak, memukul, menjewer dan segala perlakuan kejam lainnya. Tetapi Yanti tetap menyimpan rahasia penukaran anaknya itu rapat-rapat.
Yanti yang jahat mulai tidak sabar ingin merebut semua milik Reva. Dia mulai berani menggoda suami Reva, tujuannya untuk merebutnya dari sisi Reva. Sekali, dua kali, tiga kali gagal. Namun lama-lama suami Reva tergoda juga. Namun Reva mengetahuinya. Suami Reva menyadari kekeliruannya, kemudian meminta maaf dan ingin kembali pada Reva. Yanti yang sudah kalap tidak rela pasangan itu utuh kembali. Dengan sebilah pisau Yanti mengancam akan membunuh suami Reva, namun akibat perkelahian itu pisau justru tertancap di perut Yanti sendiri. Beruntung Yanti tidak mati. Namun perlu donor darah AB negatif. Hanya anak kandungnya yang dapat menolong nyawanya. Seketika itu, Desi anak yang baik hati berniat untuk mendonorkan darah untuk Yanti, ibunya. Namun suami Yanti mencegah dan karena terdesak menyelamatkan nyawa Yanti, mengakulah suami Yanti tentang rahasia penukaran bayi mereka, bahwa Desi bukan anak kandung mereka. Yang anak kandung mereka adalah Kasih.
Namun ternyata Yanti yang hampir berhasil memberi kejutan, justru mendapat kejutan yang menyakitkan dan disesalinya seumur hidup. Di luar dugaan, hasil pemeriksaan darah menunjukkan bahwa anak kandung mereka memang benar Desi. Yanti dan suaminya tidak bisa menerima hasil pemeriksaan itu. “Tidak mungkin, kami sudah menukarnya, jadi anak bu Reva sebenarnya adalah Desi yang selama ini bersama kami jadi pembantu” kata Yanti kepada sang Dokter dengan suara lemah karena kondisinya lemah tetapi masih bisa berbicara. Tetapi sang Dokter meyakinkan bahwa kedua anak itu sebenarnya tidak tertukar, mereka sudah diasuh oleh ibu kandungnya yang asli.
Dokter memanggil seorang perawat yang dulu merawat kedua bayi itu 7 tahun yang lalu saat mereka lahir. Si perawat bercerita rupanya saat suami Yanti mempertukarkan identitas bayi itu, si perawat yang melihatnya kemudian mempertukarkan identitas itu kembali sesuai aslinya. Jadi yang dibawa pulang Yanti 7 tahun yang lalu sebenarnya memang benar anak kandung Yanti sendiri, bukan anak Reva seperti yang diharapkannya. Jadi selama 7 tahun, Yanti telah mengejami  dan menjahati serta menyiksa anak kandungnya sendiri.
Setelah mengetahui semua itu, Yanti menyesal dan menangis ingin memeluk Desi, meminta maaf pada anak kandungnya yang selama ini dikejaminya. Desi juga menangis. Hatinya terluka sebagai anak yang dibuang, ditolak dan dihargai sebatas  uang, harta dan kekayaan duniawi. Padahal Desi sangat menyayangi Yanti dan menurut segala perintah ibunya itu. Desi tidak peduli ibunya berlaku jahat, nalurinya kuat meyakini bahwa dialah ibunya. Dalam kelemahan tubuhnya Yanti terus menangis menggapai dan memanggil Desi, namun Desi menjauh dan berlari membuat Yanti semakin didera rasa bersalah yang sangat berat. Namun tidak ada lagi kesempatan bagi Yanti untuk menebus kesalahannya, hotel prodeo sudah menantinya untuk berpisah selama 15 tahun dari anak kandungnya.


Kita sering memilih sesuatu, menghargai sesuatu terlalu tinggi, mempertaruhkan segala milik kita untuk memberi perhatian pada sesuatu yang kita anggap itu akan menguntungkan di masa depan, apakah itu uang, kenyamanan, ataupun keuntungan dalam bentuk lain yang sebenarnya tidak penting sementara justru membuang sesuatu yang paling berharga dalam hidup kita. Dan suatu saat nanti kita akan menyesalinya setelah kehilangan kesempatan dan tidak bisa mengambilnya kembali. Kehilangan itu tidak bisa ditukar dengan apapun.

Perjalanan hidup membentuk karakter kita, menunjukkan kepada orang lain tentang siapa diri kita. Tetapi semua itu akan hilang kalau kita mengejar sesuatu yang bertolak belakang dengan kesejatian diri kita. Lama-kelamaan kesejatian itu kita tinggalkan, kita tergoda dan tergiur serta terobsesi pada milik orang lain. Dan kita menyesalinya di saat kita tidak dapat lagi mengambil milik kita yang sejati dan yang ada di tangan kita pun milik orang lain yang terlanjur kita rusakkan secara permanen.
 

Salam hangat

 

Eunike Brahmantyo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar