Rabu, 13 Februari 2013

Kekayaan aneka ragam hayati mendukung kedaulatan pangan



Kekayaan aneka ragam hayati pertanian mendukung otoritas petani untuk kedaulatan pangan nasional

Pengantar
Manusia merupakan makhluk yang mempunyai kelebihan dibanding makhluk hidup lain dalam menjaga alam sekaligus merusaknya. Kemajuan teknologi di bidang pertanian merupakan pedang bermata dua bagi kelestarian alam dan pemenuhan kebutuhan hidup paling mendasar. Selama manusia masih mengkonsumsi hasil pertanian, nampaknya pertanian masih akan menjadi tumpuan harapan pangan seluruh umat manusia di muka planet bumi.
Keanekaragama hayati menjadi tulang punggung kehidupan. Sebaran keanekaragaman hayati tidak merata, ada daerah-daerah yang kaya keanekaragaman hayatinya, tetapi ada yang hanya sedikit/ miskin. Tetapi telah disadari kini keanekaragaman hayati itu menyusut keberadaannya. Perlu upaya bersama melestarikan keanekaragaman hayati sebelum terlambat.
Indonesia memiliki potensi keanekaragaman hayati untuk bahan pangan, sandang, papan, energi maupun obat-obatan. Berkaitan dengan kedaulatan pangan, keanekaragaman hayati pertanian pangan harus diketahui dan dipahami agar manusia dapat mengelolanya secara bijak untuk mencukupi kebutuhan pangan. Pemahaman yang utuh tentang keanekaragaman hayati dan kedaulatan pangan juga harus dimiliki oleh komunitas produsen (petani) maupun konsumen (semua masyarakat) sehingga semua pihak mendukung terwujudnya satu tujuan bersama, yaitu  kedaulatan pangan, bukan mencari kedaulatan diri sendiri atau kelompoknya demi keuntungan sebesar-besarnya dengan mengorbankan pihak yang lemah.
Sehingga issu pangan seakan tak pernah selesai untuk didiskusikan dan selalu menuntut pemikiran kretif terhadap kompleksitas di dalamnya. Kompleksitas terkini adalah ibarat mesin katrol paralel, persoalan pangan yang bersinggungan langsung dengan persoalan air, energy dan kesehatan membuat perputarannya kian mudah menuju pada krisis bila tak disikapi secara bijak. Persoalan-persoalan itu tak lepas pula dari perubahan iklim yang gejalanya semakin jelas dirasakan oleh penduduk bumi saat ini. Kalangan akademisi, pemerintah, pegiat dan pelaku program pertanian-pangan perlu memahami secara utuh keanekaragaman hayati terutama sebagai  penopang pangan, meskipun itu tak juga dilepaskan dari kepentingan non pangan.

Keanekaragaman hayati dan kedaulatan pangan
Beberapa dekade kita telah terhegemoni oleh bahan pangan beras dan mengesampingkan bahan pangan non beras. Berbagai kepentingan politik bermain di balik semua itu. Petani sebagai pemilik perusahaan pertanian tidak memiliki otoritas menentukan jenis tanamannya. Koleksi benih mereka tanpa disadari lama-kelamaan hilang musnah diganti dengan ”penyeragaman” menggunakan benih-benih padi introduksi dari luar negeri.
Globalisasi di bidang pertanian, mendudukkan petani hanya sebagai robot produsen pangan yang dikuasai oleh pemilik modal dengan tingginya input racun kimia pabrik pupuk dan pestisida di bawah monopoli perusahaan antar negara. Itu mematikan kearifan lokal pertanian baik dari benih, pupuk maupun pestisida alami yang biasa digunakan petani dahulu kala. Keanekaragaman hayati terabaikan, petani tetap miskin dan kedaulatan pangan hancur.
Ironi besar bahwa Indonesia telah kehilangan lebih dari 8.000 varietas padi lokal yang justru saat ini disimpan di IRRI atas kepemilikan negara lain. Nama-namanya pun nama lokal Jawa. Untuk menggunakannya kita harus membeli, membayar royalti kepada negara pemiliknya sekarang. Itu sedikit gambaran potensi sekaligus kelemahan kita mengelola keanekaragaman hayati.
Di suatu sisi desakan jumlah penduduk menyebabkan lemahnya perlindungan terhadap lahan-lahan pertanian agar tak dialihfungsikan untuk kepentingan lain,. Ketergantungan terhadap pangan impor (gandum sayuran dan buah) yang telah merambah hingga ke desa-desa menjadi salah satu keprihatinan, sehingga konteks keanekaragaman hayati Indonesia yang begitu kaya dan belum banyak disadari oleh masyarakat luas, perlu diperjuangkan dan dilestarikan dengan menggali keanekaragaman budaya lokal. Petani sebagai ujung tombak pemenuhan pangan dimotivasi untuk menggunakan kembali otoritasnya terhadap sumber daya lokal bermutu yang dapat diupayakan oleh petani sendiri, memperhatikan kesuburan tanah, mengutamakan penggunaan teknologi tepat guna yang bersumber pada potensi lokal dan pengaturan pola tanam untuk memutus siklus hama dan penyakit.
Hal inilah yang perlu didukung semua pihak untuk membangun kepedulian dan membuat rencana-rencana nyata dalam bidang pertanian yang diharapkan dapat mencapai kedaulatan pangan. Mimpi kedaulatan pangan seharusnya menjadi mimpi bersama yang benar-benar mampu menggerakkan langkah nyata mencapai kedaulatan pangan itu, bukan hanya wacana-wacana normatif yang belum banyak terlaksana.
Kiranya hal ini dapat menginspirasi pembaca untuk memunculkan banyak ide pengembangan. Dengan membangun proses pemahaman tentang keanekaragaman hayati serta upaya nyata memperjuangkan dan melestarikannya, maka kedaulatan pangan akan terwujud.

Salatiga, 20 Juni 2011
Eunike Widhi Wardhani
Trukajaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar