Senin, 23 Januari 2017

KEADILAN TUHAN...BAGAIMANA MENGENALINYA



Kebenaran Sejati (bukan tentang agama)
Filipi 3: 4-14

Setelah membaca Alkitab itu, silakan baca juga harian Kompas Sabtu, 28 Mei 2016
Pada rubrik Karier hal. 33, berjudul “PENTINGNYA ORGANIZATIONAL DIAGNOSTIC UNTUK MENJADI HIGH PERFORMANCE ORGANIZATION”

Ketika kita mendapat inspirasi tentang keadilan itu menurut Tuhan, bukan menurut pikiran kita sendiri, kita dituntut untuk tidak hanya melihat kesalahan pihak lain, tetapi juga kesalahan diri kita sendiri; maka Rasul Paulus melalui suratnya kepada jemaat di Filipi yang kita baca di atas mengajak kita untuk bersikap dan berprinsip hanya berdasarkan iman kepada Kristus.
Keadilan itu sumbernya hanya satu, yaitu dari Tuhan. Kebenaran juga demikian. Tuhan itu sumber segala kebenaran dan keadilan sejati. Itu sifatnya universal atau berlaku umum. Karena kalau seseorang meng-klaim kebenarannya sendiri-sendiri maka akan sangat banyak, beragam dan saling bertabrakan karena kepentingan orang berbeda-beda bahkan bisa saling  bertentangan.
Jadi kalau berfokus kebenaran dan keadilan yang bersumber dari Tuhan, maka yang kita pikirkan, kita terapkan di kehidupan kita, yang kita ajarkan kepada masyarakat dampingan dan kita lakukan pastilah itu turunannya, yaitu turunan dari kebenaran dan keadilan menurut Tuhan. Kita menerima ajaran itu dari guru-guru kita waktu sekolah, dari pemahaman Alkitab (ataupun kitab suci agama lainnya), atau dari membaca buku, mendengarkan firman Tuhan di gereja, lalu kita menjadikan itu sebagai pedoman hidup. Jadi tidak mungkin kalau kebenaran dan keadilan kita itu kemudian bertentangan dengan kebenaran dan keadilan Tuhan.
Manusia diberi mandat untuk mewujudkan kebenaran dan keadilan Tuhan, bukan diam menunggu kebenaran dan keadilan itu datang sendiri. Kitalah alat-alat yang dipakai Tuhan melalui cara hidup kita. Tuhan mau pakai kita. Seperti halnya ungkapan “jodoh itu di tangan Tuhan”, tetapi apakah kemudian kita hanya diam menunggu tanpa berusaha? Tidak kan. Pengalaman saya pribadi dan mungkin juga beberapa kawan soal jodoh, memang menunggu tetapi bukan diam tanpa melakukan apa-apa. Bertindak sesuatu, menunjukkan pikiran kita, niat kita dengan jujur dan rendah hati di hadapan Tuhan, itu sebuah upaya positif. Karena doa yang mewujud dalam upaya nyata, Tuhan menyambut itu. Kadang Tuhan bertindak menolong kita melalui bantuan orang-orang terdekat (teman, sahabat, saudara) yang mempertemukan dan mendekatkan kita dengan jodoh pemberian Tuhan, itulah bentuk kerjasama yang baik antara usaha kita dengan restu dari Tuhan, dan Tuhan memberkati itu dalam pernikahan dan perjalanan rumah tangga yang kita perjuangkan sejak awal. Jadi semua itu perlu usaha, demikian juga kebenaran dan keadilan. Kitalah alat-alat yang Tuhan mau pakai untuk menyuarakan kebenaran dan keadilanNya. Pertanyaan pentingnya: kita ini mau atau tidak? Kita bersedia menjadi alat Tuhan atau kita memilih masa bodoh dengan panggilan Tuhan itu? Di situlah letak perbedaan pribadi satu dengan yang lain.
Kalau semua manusia hanya njagakke kebenaran dan keadilan Tuhan datang sendiri, tidak berusaha, tidak mengarahkan pikiran ke arah kebenaran dan keadilan, itu sih bukan sikap berserah kepada Tuhan tetapi malas berusaha, takut risiko, takut menghadapi konflik, hanya mencari posisi aman atau malah membela yang sudah jelas salah dan menghukum yang benar.
Menunggu kebenaran dan keadilan Tuhan juga bukan diam dan malah hanyut dalam ketidakadilan itu. Dulu salah seorang guru kita, Haryanto Santosa pernah mengajarkan sebuah ilustrasi yaitu kalau kita mau menyeberangi sungai yang arusnya deras, kita mungkin terpaksa harus mlipir-mlipir dulu, jalan kita nampaknya berbelok dulu tetapi fokus kita tetap yaitu bagaimana caranya biar sampai ke seberang. Di situ itu memang tahapan yang berat, tidak gampang. Ada banyak yang awalnya bilang serius mau menyeberang menentang ketidakadilan, ketika lihat arusnya deras, katanya mlipir-mlipir dulu, tapi kemudian hanyut, berbelok haluan malah ikut arus deras, lupa pada fokus awalnya yaitu menyeberang. Jadi sampai kapanpun dia tidak akan menyeberang karena arahnya sudah berbelok.
Menunggu itu dengan mengambil peran, melakukan di titik manapun kita berada. Titik di mana kita berada bukan hanya bicara soal struktur organisasi saja, tetapi semua aspek untuk menjadi HIGH PERFORMANCE ORGANIZATION atau ORGANISASI YANG BERKINERJA TINGGI.
Di organisasi yang punya konsen memperjuangkan keadilan, kita diberi forum di mana bisa saling mengingatkan, mengkritik dan memprotes satu sama lain untuk mengoreksi kekeliruan. Dasarnya adalah kepedulian akan masa depan organisasi tersebut. Maka kesempatan itu harus digunakan sebaik-baiknya. Orang kadang hanya karena takut berkonflik lalu memilih diam dan hidup dalam kepura-puraan. Kita tidak perlu sengaja mengundang konflik, tetapi ketika konflik memang harus terjadi, maka harus dihadapi dan disikapi, bukan dihindari atau diredam.
Di ranah keimanan seperti forum kebaktian, firman Tuhan tentang kebenaran dan keadilan berlaku untuk semua, bukan hanya yang mendengarkan saja tetapi termasuk yang berbicara menyampaikan firman Tuhan, kita semua tidak terkecuali. Dasarnya adalah iman seperti yang dicontohkan Rasul Paulus di bacaan tadi : iman itu menyempurnakan segala ketaatan pada hukum taurat, karena yang menyelamatkan akhirnya bukan hukum tauratnya, tetapi hanya iman kepada Kristus, itulah satu-satunya yang menyelamatkan.
Ranahnya sudah sendiri-sendiri. Forum organisasi untuk mengurus soal organisasi, hal yang tidak benar diputuskan bagaimana, kasus-kasus ketidakadilan diusut bagaimana, sedangkan forum ibadah untuk pertumbuhan iman. Tetapi kalau memaksa ingin menggabungkan keduanya, maka posisi iman berada di atas aturan main organisasi, bukan kebalikannya.
Ketika suatu kebenaran sudah kita yakini bahwa itulah kebenaran, maka kita tidak akan pernah menawar lagi.

Maka ungkapan “gajah di pelupuk mata tidak tampak, kuman di seberang lautan tampak” dapat digunakan untuk menguji keimanan seseorang yang ketika di depannya ada banyak gajah-gajah penyalahgunaan kekuasaan, gajah-gajah kebohongan, gajah-gajah ketidakadilan, tetapi orang itu tidak bisa melihatnya, tetapi malah fokus membalas seruan-seruan kecil yang mengungkap itu. Orang yang rajin beribadah dan mengaku mengenal Tuhan, pasti tahu bedanya contoh antara orang-orang yang jelas-jelas terbukti merugikan organisasi tetapi tidak dikenai sanksi apapun, malah dilindungi, diselamatkan dan di antaranya justru diberi jabatan penting terus menerus dibanding orang yang tidak melakukan kejahatan apapun, justru dibuang karena tidak disukai. Itukah keadilan Tuhan??? 
Jadi kita harus berhati-hati untuk mengatakan sebuah kebenaran dan keadilan itu dari Tuhan atau bukan. Karena jangan salah. Iblis itu bukannya tidak tahu firman Tuhan lho. Iblis itu justru sangat hafal dan paham firman Tuhan dibanding manusia. Sehingga iblis pun bekerja menggunakan firman Tuhan untuk menjebak manusia.
Mengapa ada orang yang marah-marah, protes, bertanya, dan semacamnya? Karena orang tidak akan marah-marah atau protes kalau segala sesuatu sudah sesuai sistem yang ada. Apa dikira orang mempertanyakan itu merasakan enak? Tidak sama sekali. Posisi mempertanyakan itu bukan pilihan, bukan yang diinginkan. Itu sebuah beban dan sama sekali tidak enak.
Firman Tuhan minggu lalu tentang pengampunan dari kisah Esau yang bersedia mengampuni Yakub, itu juga pesan yang sangat penting. Yakub memiliki sikap yang baik dan menunjukkan rasa bersalahnya secara tulus sehingga bagi Esau adiknya itu layak diampuni. Coba kalau Yakub itu mentang-mentang atau malah merasa benar, apakah sikap seperti itu layak untuk diampuni???
Inspirasi karier tentang ORGANISASI BERKINERJA TINGGI tadi akan bermanfaat kalau kita punya komitmen dan motivasi kuat pada masa depan organisasi. Tetapi “gajah-gajah” jadi tidak terlihat, kalau komitmen dan motivasi kita di suatu organisasi juga tidak jelas, selain hanya melakukan rutinitas untuk menerima gaji bulanan, tanpa peduli 5 tahun lagi, 10 tahun lagi atau ke depan organisasi mau jadi seperti apa.
Potensi bagus bisa berkembang jika didukung system, structure, strategy, people (orang-orang), culture dan leadership yang mendukung. Potensi yang awalnya sudah bagus, kalau sekian lama kemudian dirusak terus-menerus bertahun-tahun oleh system dan tatanan serta culture yang tidak mendukung, ya potensi sebagus apapun lama-lama akan remuk. Sebaliknya system, culture dan leadership yang cemerlang, kalau di bawahnya berisi potensi yang tidak bagus dan tidak mau maju, ya hasilnya tidak akan maksimal. Jadi setiap aspek harus saling bersinergi menuju satu titik. Itulah kalau kita mau memajukan organisasi. Organizational diagnostic adalah salah satu rujukan untuk menemukan penyakit dalam organisasi. Kalau tidak mau membuka diri untuk melakukan diagnosa, bagaimana sebuah lembaga mau hidup dengan terus-menerus bertambahnya angka pemutihan kredit menjadi sekian ratus juta, misalnya.
Firman Tuhan dari Filipi 3, khususnya di ayat 12 : “aku mengejarnya siapa tahu aku dapat menangkapnya, karena aku juga ditangkap oleh Kristus” adalah ajakan untuk kita proaktif mengejar kehendak Tuhan. Bukan diam menunggu tanpa berusaha. Hendaklah itu menginspirasi kita untuk membangun HIGH PERFORMANCE ORGANIZATION.
Cerita tentang Maria dan Marta juga bermakna : apa gunanya kita sibuk terfokus mempersoalkan cara orang mengkritik, bahkan menghakiminya dengan ejekan bahwa itu cuma akan dicuekin, dibungkam dengan mengatasnamakan keadilan menurut Tuhan jangan keadilan menurut manusia, tetapi esensi dari kritik itu demi kelangsungan sebuah lembaga, justru diabaikan.
Malah “siung memecat” sangat cepat dikeluarkan oleh pimpinan sebuah organisasi ketika orang berbicara jujur di internal keluarga (tidak sampai ke luar). Itukah keadilan menurut Tuhan?
Sebuah organisasi dibangun dengan struktur, system, stretegy, people, culture dan leadership yang baik sejak awal. Dalam perkembangannya apakah kita bisa selalu yakin segala hal berjalan sesuai relnya? Kalau belasan tahun kita melihat gajah-gajah ketidakbenaran dan ketidakadilan berseliweran di depan mata tetapi kita hanya diam, lalu apakah kita ini masih berfungsi sebagai alat Tuhan untuk mewujudkan kebenaran dan keadilanNYA???


Renungan Eunike 13 Juni 2016



Tidak ada komentar:

Posting Komentar