Kamis, 13 Oktober 2016

cinta



Apa sajakah yang bisa ditawar menurut anda?
Apa sajakah yang tidak bisa ditawar menurut anda?
Pernahkah kita berpikir: mengapa kita patuh pada suatu aturan tertentu? Mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu, misal cara memberi bumbu masakan, cara membuat kursi, cara beribadah, meyakini suatu kebenaran. Mengapa?
 
Namaku Eunike
Banyak yang bingung mengeja namaku. Meskipun sebenarnya mudah, tinggal dibaca apa adanya dalam ejaan bahasa Indonesia: Eunike. Tetapi sebenarnya itu pemberian orang tuaku yang mereka ambil dari 2 Timotius 1: 5. Ya, aku adalah ibunya Timotius. Mungkin orang tuaku berharap supaya aku menjadi perempuan yang beriman dan mendidik anak-anakku beriman.
Latar belakang keluarga
Aku adalah bungsu dari 3 bersaudara. Kakakku yang sulung perempuan, 4 tahun lebih tua dari aku, dan kakakku yang ke dua, laki-laki, umurnya 2 tahun lebih tua dari aku. Masa kecilku cukup menyenangkan bermain bersama teman-teman atau tetangga sebayaku. Waktu itu yang ada masih permainan tradisional, bukan permainan modern seperti sekarang. Ayah dan ibuku semuanya guru SD di kota kecil kami.
Kami tinggal di rumah kontrakan sampai aku SMP di satu kota kecil. Ayahku baru mampu membangun rumah sendiri saat aku SMP.  Yang selalu kuingat adalah di malam pertama tinggal di rumah itu, kami belum punya genting/ atap. Jadi kami tidur malam itu dengan memandangi bintang-bintang di langit dari dalam rumah. Karena dana orangtuaku sangat minim, yang penting tinggal di rumah sendiri, tidak ngontrak lagi, ayahku hanya mentargetkan pokoknya bisa untuk berlindung, lantainya masih tanah, temboknya masih terbuka. Sangat berbeda dengan rumah-rumah tetangga kami yang hampir semua sudah bagus-bagus.
Meskipun rumah jelek, orang tuaku menyekolahkanku sampai Perguruan Tinggi. Itu cukup tinggi untuk ukuran orang susah seperti kami. Karena di kota kecil kami tidak ada Perguruan Tinggi jadi aku sekolah di luar kota (di Semarang, ibukota Propinsi Jawa Tengah), aku kost bersama kakakku yang sudah lebih dulu masuk kuliah tahun sebelumnya. Kami pulang kampung setiap hari Sabtu dan berangkat ke Semarang lagi di hari Minggu atau Senin pagi. Rumah kami masih jelek waktu itu. Saat kuliah itu, mulai ada teman cowok yang mendekatiku. Aku pun senang dan berbunga-bunga hatiku. Tetapi setelah berkunjung ke rumahku, si cowok itu kemudian mulai menjauhiku. Aku tidak tahu pasti sebabnya, dugaanku karena rumahku jelek, karena kejadiannya selalu begitu.
Tetapi saat aku kenal Daudy Brahmantyo yang sekarang menjadi suamiku, keadaan sudah berubah. Aku yang menentukan nasibku sendiri, dan ternyata ketika aku berani mengambil keputusan untuk cinta, segala sesuatu menjadi lebih mudah aku jalani. Aku yang memulainya lebih dulu meskipun dalam kelakar. Aku bilang : kalau kamu mau sekarang kita mulai, karena 10 menit lagi aku sudah tidak mau membicarakan itu lagi. Lalu mulailah perjalanan cintaku yang manis, pahit, pedas, asam, asin, semua rasa ada di situ. Sama dengan semua pasangan di semua penjuru dunia ini, tidak ada yang mudah dan tidak cukup waktu diceritakan sehari.
Sekolah dan pekerjaan pilihanku
Dari D3 pertanian, aku melanjutkan sekolahku ke jenjang S1 di sebuah PTS di Yogyakarta. Setelah lulus aku sempat bekerja sebagai pramuniaga di sebuah toko retail besar di Semarang selama 3 buan kemudian aku meneruskan kuliah ke jenjang S1. Lulus S1 aku bekerja sebagai kasir di sebuah apotek di Purwodadi selama setahun. Tahun 2001 aku bergabung di sebuah lembaga bernama Trukajaya selama 13 tahun sampai saat ini. Oleh karena di lembagaku syaratnya harus bisa naik sepeda motor, aku sudah cukup bisa mengemudikan sepeda motor, tidak mahir hanya cukup, tinggal mengurus SIM. Mau tidak mau, aku yang semula penakut, sekarang mulai jadi pemberani.

Hal berkesan di usiaku yang sudah 40 tahun, aku diterima menjadi salah satu peserta di Pelatihan Kepemimpinan Perdesaan, nama sekolahku itu adalah Asian Rural Institute (ARI). Banyak yang mempertanyakan alasanku ke ARI. “Mengapa kamu pergi ke ARI, apa yang kamu cari? Bukankah kamu masih punya bayi, anakmu yang besar juga masih butuh perhatian saat belajar. Mengapa kamu tega meninggalkan mereka, Kamu akan kehilangan sebagian dari masa penting pertumbuhan mereka, di masa emasnya (yang kecil). Kamu yakin, dengan keputusanmu? Kesempatan ke ARI bukan sekarang saja. Kamu bisa pergi setelah anak-anakmu besar”. Seorang teman lain juga bertanya, mengapa kamu sangat ingin ke ARI, padahal kamu sudah tidak muda lagi untuk menjalani pembelajaran semacam itu, banyak anak muda yang lebih tepat belajar itu dibanding kamu, karena mereka masih punya banyak kesempatan untuk mengembangkan kapasitasnya dibanding kamu?
Tetapi aku dan suamiku, kami berdua punya alasan tersendiri atas kepergianku ke ARI.
Tiga tahun aku menunggu ini. proses mencari tahu informasi, aplikasi, dengan segala liku-likunya sampai impian ini menjadi kenyataan adalah rangkaian proses panjang yang kunikmati dan benar-benar kuhayati. Itu sangat membentuk persepsiku tentang ARI
Sebelum aku tau tentang ARI, direkturku sudah menawarkan kesempatan aplikasi kepada beberapa teman lain, para mantan manajer (termasuk yang tahun lalu didaftarkan oleh lembagaku tetapi akhirnya tidak diterima), tahun 2009 mereka semua menolak tawaran itu. Banyak alasan mereka menolak, salah satunya berat meninggalkan keluarga dan mereka memilih pendidikan gelar S2 atau S3. Akhirnya direkturku melemparkan tawaran itu kepadaku dan aku langsung oke. Berkali-kali direkturku bilang: ini non gelar. Aku jawab: oke, tidak masalah. Aku tidak butuh gelar, justru ini yang aku cari. Aku kemudian mencari tau sendiri tentang ARI, browsing-browsing internet. Aku sempat menunda karena hamil, dan singkat cerita akhirnya terwujud juga.
Tentang cinta
Cinta sebenarnya tak sekedar jatuh cinta tetapi cinta adalah sebuah keputusan sengaja, penuh kesadaran. Sakit, sedih, bosan, tidak bebas, tetapi itulah cinta. Kadang kelihatan bodoh di depan orang yang kita cintai, tidak masalah. Kita bisa tampil sempurna di depan orang lain, tapi kita nampak bodoh sekali di depan pasangan kita. Memang begitulah kadang-kadang gunanya pasangan, mereka tempat kita tampil bodoh juga, tapi jangan terlalu sering kelihatan bodoh. Itulah hubunganku dengan suamiku. Sebelum menikah, masih pacaran dahulu, dia sangat pencemburu, sangat  membatasi gerakku. Awal menikah, dia masih suka memberiku hadiah di hari ulang tahunku. Tapi setelah menikah, banyak yang berubah. Itu bukan berarti bahwa dia sudah tidak sayang padaku lagi. Dia selalu lupa hari ulang tahunku. Tetapi justru dengan kelupaannya itu, yang selalu dia akui, walaupun dia ulangi terus, justru itu yang unik dalam dirinya yang membuat hubungan kami selalu terasa spesial, tiada duanya.
Kami punya cinta yang tidak datang tiba-tiba. Karena kami memulainya dari nol, belum ada cinta sama sekali. Kamilah yang menciptakannya dengan sengaja dan dengan kesepakatan, melalui berbagai konflik, saling memaksa, saling mengatur, jatuh dan bangun bersama. Pantang menyerah, itu kuncinya. Kalau anda sudah menemukan orang yang benar-benar anda cintai, anda akan merasa tidak pernah cukup mencintainya. Walaupun anda sudah melakukan segala sesuatu special untuknya, anda tidak akan pernah berhenti berusaha memperbaiki diri anda untuk diberikan kepadanya. DAN ITU TIDAK UNTUK DITAWAR.
Jadi cinta itu bukan nasib.
Cinta adalah keputusan sengaja, kepada siapa kita menjatuhkan cinta itu, sepenuhnya keputusan kita.
Demikian pula cinta kita kepada komunitas yang kita dampingi. Kita tidak akan pernah berhenti meningkatkan kapasitas kita untuk diberikan kepada komunitas yang kita dampingi. Mereka punya hak mendapatkan pelayanan terbaik dari kita. Sering kita menemui banyak hambatan, kegagalan, kurangnya dukungan dari orang-orang terdekat. Tetapi kita tetap harus melakukan tugas kita. Kalau kita tetap setia melakukan tugas kita dengan baik, saat kita sebenarnya tidak ingin melakukannya, itulah cinta yang sesungguhnya.
Karena masyarakat yang kita damping harus menerima kualitas diri kita yang nomor 1, bukan nomor 2, nomor 3, 4 dan seterusnya. Tetapi nomor 1. Itulah cinta. Itu yang kudapat dari pelatihan CO di Sendangadi Sleman Yogya tahun 2005, sudah lama sekali ya…
Kita menyadari, kita belum sempurna mencintai komunitas kita. Maka kita terus belajar, tiada henti, untuk lebih peka terhadap cinta mereka, jangan sampai membuatnya patah hati. Ketika suatu kebenaran sudah kita yakini bahwa itulah kebenaran, maka kita tidak akan pernah menawar lagi.

Eunike


Tidak ada komentar:

Posting Komentar