TRUKAJAYA DUNIA YANG UNIK DAN PENUH BERKAH
Saya percaya akan
pilihan-pilihan saya. Saya percaya bahwa seluruh rangkaian perjalanan hidup ini
sudah dirancang Tuhan. Trukajaya memberi pengaruh sangat besar dalam hidup
saya, memberi banyak hal dalam hidup saya baik secara kualitas maupun kuantitas
dalam 14 tahun berada di dalamnya termasuk bertemu jodoh saya.
Saya berterima
kasih kepada para pemimpin di Trukajya yang memberi fondasi kuat untuk terus belajar tentang pengembangan
masyarakat/ CD (Community Development dalam
arti luas mencakup
Community Organization dan Community Empowerment). Ketika
menengok ke belakang, sadarlah saya bahwa dulunya saya ini tidak tahu apa-apa
tentang NGO dan sangat nol pengetahuan dalam hal Community Development, tak
jarang saya melakukan kekeliruan berpikir maupun bertindak bersama komunitas,
tetapi proses belajar itu sendiri yang mendidik saya terus belajar CD.
Dalam perjalanan
saya selama 14 tahun di Trukajaya melalui berbagai kondisi dan mengalami
beberapa kali kepemimpinan, persoalan kemiskinan masih menjadi topic besar
dalam kerjasama dengan desa. Pelajaran CD saya peroleh dari banyak pihak.
Masyarakat desa Jlarem kec. Ampel Kab. Boyolali selama tahun 2003 menginspirasi
tentang bagaimana sebuah relasi dan komunikasi dimulai, dijaga dan dikelola. Sistem
relasi ini merupakan pesan yang jelas dan itu tertinggal di komunitas.
Bekal yang saya
dapatkan dari Jlarem, saya teruskan dalam kehidupan saya bersama masyarakat desa
Rambat Kec. Geyer Kab. Grobogan 2003-2006. Karakter masyarakat yang pernah
“terluka” dengan cap PKI membuat mereka secara kolektif sangat hati-hati
terhadap masuknya orang luar. Meskipun bukan merupakan masyarakat yang agamis
waktu itu, namun mereka memberi sinyal yang jelas tentang bagaimana menjaga
kepercayaan dalam sebuah komunitas.
Saya sungguh
bersyukur dan merasa beruntung di Trukajaya. Sebagai pengorganisir masyarakat,
para pemimpin Trukajaya sudah mengatur dengan begitu baik kapan saya harus
belajar hal-hal dasar dengan live in
full, komuter, gabungan keduanya, kapan saya boleh sedikit menjauh dari
komunitas desa dan tersenyum bahagia menyaksikan brokoli-brokoli yang saya rawat bisa
menghasilkan krop di antara strawberry dan sayuran daun lainnya di green house untuk
dipasok ke warung hijau. Ketika energi terkumpul lagi saya kembali ke
pendampingan desa-desa. Saya selalu menikmati setiap proses belajar itu.
Variasi program
dan aktivitasnya adalah pelajaran penting bagi saya, komplit dengan strategi
dan metode pengembangannya dari tahun ke tahun. Kerja sama dengan donor juga
suatu pelajaran berharga yang saya dapatkan di Trukajaya ketika menjabat
sebagai manajer program maupun staf lapang. Para pemimpin di Trukajaya juga mendidik saya tentang bagaimana
menjalin komunikasi, respek dan relasi yang baik dengan pemerintah serta
merawat hal-hal baik tersebut dalam setiap kegiatan membangun masyarakat desa.
Credo yang
diucapkan oleh semua staf pelaksana secara bersama-sama dalam kebaktian khusus
di GKJ Nalen tahun 2009 menjadi tonggak kebangkitan Trukajaya dari beberapa
keterpurukan di masa lalu. Pelajaran yang diambil adalah akan selalu ada kesempatan untuk memulai hal yang baik.
Relasi sebagai
satu keluarga besar juga memberi kekuatan tersendiri dalam Trukajaya dalam
kerja-kerja pendampingan di desa-desa. Peristiwa duka kehilangan kawan-kawan
yang kini telah tiada untuk selamanya dan perpisahan dengan kawan-kawan yang
resign memberi pelajaran bahwa kehilangan itu berpengaruh besar dalam
keberlangsungan lembaga. Perubahan fase sebagai lajang kemudian satu per satu menemukan
pasangan hidup, menikah dan memiliki pergumulan di keluarga masing-masing,
memberi pelajaran tentang keberanian mengambil keputusan, bersyukur dan
bertanggung jawab merawat berkat Tuhan. Demikian pulalah seharusnya merawat
komunitas yang kita dampingi.
Berbagai
perselisihan dan perbedaan pendapat adalah wujud dinamika yang normal, sehat dan
bukti saling kepedulian dalam komunitas Trukajaya. Saya belajar bagaimana
menghargai sejarah dan visi lembaga untuk masa depan Trukajaya.
Para pemimpin
Trukajaya paham betul bagaimana mengembangkan potensi setiap warga Trukajaya
yang berbeda-beda. Ada yang diberi mandat menjadi pemimpin terus-menerus, ada
yang direkomendasi menjadi pendeta, ada yang difasilitasi sekolah lanjut, dan lain sebagainya.
Semua dikembangkan sesuai minat dan passion
masing-masing.
Saya sangat
beruntung ditugaskan di Sulawsi Tengah selama 3 bulan di tahun 2008 untuk
menginisiasi program Pertanian Organik di lembaga di bawah naungan Sinode GPID
(Gereja Protestan Indonesia Donggala). Saya belajar banyak tentang Community
Development dengan latar belakang petani yang sangat jauh berbeda petani di
Jawa Tengah. Saya diberkati memegang jabatan manajer program, sebuah jabatan
yang spesial dan “keren” di Trukajaya, tentu dengan tanggung jawab dan
tantangan yang besar pula. Saya belajar pengelolaan di situ.
Berkat berikutnya
ketika saya ditunjuk menjadi Sekretaris tim Pertanian Organik Sinode GKJ dengan SK / 2010 / B4 / SB401/678 2010-2012,
bersama sejumlah pendeta dan para aktivis pertanian organik gereja. Tim yang
dibentuk angkatan pertama ini merupakan mandat Sidang Sinode Nopember 2009 di
bawah Bidang Kesaksian dan Pelayanan (Kespel) untuk melakukan community development dalam
pengembangan Pertanian Organik di tingkat sinode GKJ. Melalui diskusi, belajar bersama dan praktek dasar pertanian
organic yang dibutuhkan jemaat gereja, pendampingan tahap pertama ini dilakukan selama 3 tahun (2009-2011).
Secara pribadi proses ini memperkaya pengetahuan, relasi
dan pengalaman saya tentang peran gereja (dalam hal ini Sinode GKJ) dalam mewujudkan
tema pemulihan ciptaanNya.
Bersama mitra di Aliansi Organis Indonesia dan Jaker PO sejak 2011
Trukajaya juga terus berperan melakukan advokasi pelaku produksi dan konsumsi
pertanian lestari, mengkampanyekan terwujudnya petani yang berdaulat atas
pangan. Tahun 2009 Trukajaya merupakan salah satu dari 7 lembaga pendiri JPO
Jateng (Jaringan Pertanian Organik Jawa Tengah). Itu semua bukti kuat bahwa
Trukajaya memiliki konsen yang cukup tebal dan serius ke tema-tema pertanian organic dan
kedaulatan petani atas pangan. Kerja-kerja bersama mitra, organisasi
dan jaringan tersebut merupakan kekuatan besar yang saya yakini dapat berdampak
luar biasa pada waktunya nanti. Saya bersyukur semua gerakan itu tetap terjaga
hingga hari ini. Seperti ungkapan yang sederhana namun benar adanya bahwa untuk
memulai itu mudah, mempertahankannya itu yang perlu energi positif yang besar.
Rasa syukur saya berikutnya memperoleh kesempatan emas belajar
di Asian Rural Institute Japan selama 9 bulan di tahun 2014. Perjuangan dan
segala penundaan akhirnya terlewati dalam 3 tahun persiapan di tanah air sampai
akhirnya saya menjadi salah satu peserta angkatan 42 berbagi pengalaman dan
belajar kepemimpinan perdesaan bersama teman-teman dari 15 negara Asia,
Pasifik, Latin Amerika dan Afrika. Begitu sarat pembelajaran yang menunggu
untuk saya teruskan di komunitas. Singkat kata, saya mendapatkan begitu banyak
kesempatan dan pelajaran dalam Trukajaya bahkan pelajaran itu terus berkembang sampai hari ini.
Pengembangan Unit Produktif dan PUSPAPARI
Wacana unit
produktif secara formal muncul di Trukajaya sebagai respon terhadap tuntutan
kemandirian lembaga. Setidaknya wacana ini digulirkan di ranah pelaksana sejak
tahun 2006 hingga tahun 2015 dengan mengundang nara sumber dari berbagai latar
belakang usaha produktif, mulai dari BPR, PT dan koperasi, bahkan konsultan
bisnis yaitu CEMSED UKSW juga beberapa kali dihadirkan baik di lingkup pendampingan
usaha kecil di desa-desa dampingan maupun di aras lembaga sendiri.
Warung Hijau yang awalnya
diprogramkan untuk mendukung pemasaran produk desa-desa dampingan dengan
menyewa sebuah tempat di pertokoan Makutarama akhir tahun 2005, dalam
perkembangannya setelah publik cukup mengenalnya kemudian Warung Hijau dipindahkan
di kantor Trukajaya. Warung hijau cukup sukses sebagai gerakan fair trade yang diinisiasi Trukajaya untuk menghubungkan petani
sebagai produsen dengan masyarakat konsumen produk Pertanian
Organik di Salatiga dan sekitarnya.
Micro Finance
berupa kredit ternak dan kredit modal usaha di masa lalu menjadi bagian dalam
aktivitas CD Trukajaya. Pada tahun 2005-2006 ada program Micro Enterprise
Development (MED) justru dikelola tersendiri terpisah dari CD. Meskipun mengalami
berbagai persoalan internal terkait sumber daya manusia dan manajemen yang
masih 100 % ditopang oleh lembaga, namun ini bukti bahwa sesungguhnya para
pemimpin Trukajaya telah memulai cikal bakal unit produktif sebelum wacana
ini secara formal digulirkan.
Berbagai persoalan
yang dihadapi mengarahkan kemudian MED dimasukkan ke dalam manajemen program di
dalam divisi kredit sampai dengan 2013. Wacana kemandirian mulai didengungkan
kembali tahun 2014 dengan strategi manajemen Unit Produktif yang di dalamnya
mencakup KMU, GT, MED, WH dan Training
Center (TC) Puspapari yang secara manajemen memiliki 2 sisi yaitu core
business dan pendidikan penyadaran.
Puspapari
TC PUSPAPARI
sendiri hadir di babak akhir perkembangan Unit Produktif tepatnya sejak tahun
2014. Lahan seluas 1,02 ha di Sumberejo ini mulai menjadi bagian Trukajaya
sejak 2010 untuk diproyeksikan sebagai tempat pelatihan Pengembangan Pertanian
Organik bagi komunitas gereja, pemuda, kelompok-kelompok agama, dlsb. TC
PUSPAPARI yang sekarang, awalnya diberi nama Kampung Emaus, terinspirasi oleh
pertemuan Yesus dengan para muridNya di kampung Emaus yang membuka mata
murid-murid meskipun sang guru telah wafat, bangkit untuk menuju ke tempat maha tinggi, sang guru
berkenan hadir dan berbagi pembelajaran bersama para murid. Perkembangan
selanjutnya nama Emaus diganti menjadi PUSPAPARI supaya tidak terkesan
Kristenisasi.
Saya masih ingat
saat-saat pertama penuh bahagia menyambut anggota baru ini semua staf tanpa
kecuali dijadualkan untuk piket di TC. Tahun 2011 dipilih seorang koordinator secara
rekrutmen spesial dan tertutup. Jadilah seorang koordinator yang dipercaya
mengelola TC dengan jabatan khusus. Kemudian untuk menunjang kinerja TC,
direkrutlah 2 tenaga lulusan sekolah menengah pertanian yang aktif di sana
2011-2014. Di samping hasil sawah setiap musim dan hasil kebun berupa buah dan
sayuran, di TC ada kandang sapi kapasitas 10 ekor dan rumah joglo sebagai kelas
untuk pelatihan. Ada masa pergantian koordinator namun di tahun 2014 TC
dikelola langsung oleh Manajer UP ditambah seorang pekerja kebun.
Saya dipercaya mengelola TC PUSPAPARI sepulang dari belajar di Asian
Rural Institute Japan, sesuai cita-cita bersama untuk mengembangkan TC sesuai
namanya yaitu PUSAT PENGEMBANGAN PANGAN DAN ENERGI. Jika sebelumnya ditunjuk
koordinator dan pekerja kebun, sekarang hanya ada seorang staf biasa di
bawah manajemen UP tanpa pekerja kebun.
Hasil yang dicapai adalah sebuah rancangan besar PUSAPARI dan mulai
merintis pengorganisasian kelompok perempuan di Sumberejo. Namun aktivitas di
tahun 2015 masih cenderung bersifat sebagai dukungan terhadap terlaksananya
program-program dengan donor, tetapi belum muncul visi pengembangan berdasarkan
desain awalnya.
Wacana pemisahan Unit Produktif dan Community Development menjadi
sesuatu yang dikritisi oleh PUSPAPARI,
sebenarnya mimpi ke depan PUSPAPARI ini mau ke mana dan kriteria/ alasan
mengapa suatu kegiatan dimasukkan ke unit produktif atau dimasukkan ke
Community Development. Pertanyaan-pertanyaan itu muncul karena setiap langkah
yang diambil nantinya akan berdasarkan pemahaman tentang kebijakan yang
mengatur di atasnya dan juga berdasar filosofi yang selama belasan tahun
diperjuangkan oleh Trukajaya sebagai induk dari PUSPAPARI.
Kepemimpinan yang melayani di Puspapari
Meskipun mengalami perkembangan konsep dan
manajemen, Community Development sampai saat ini masih diakui sebagai core competence Trukajaya. Manajemen
adalah seni. Kepemimpinan yang ada di dalamnya juga seni. Kepemimpinan
dibutuhkan di mana-mana: di keluarga, kantor, gereja, sekolah, lingkungan
tempat tinggal, sampai dengan negara. Konotasi kepemimpinan bukan melulu soal
memerintah, rapat-rapat dan segala fasilitas, kadang dengan manuver-manuver
politik untuk memperjuangkan
sebuah jabatan.
Kepemimpinan adalah juga soal bagaimana menjadi orang yang dipimpin.
Kepemimpinan ada dalam diri yang
bersedia mendengarkan, berempati, mengarahkan ke arah yang
baik (contoh: tidak mencuri, tidak manipulasi, tidak merugikan pihak lain),
menjaga etos kerja yang tinggi, rendah hati dan solidaritas. Kepemimpinan yang
melayani dapat hadir dalam diri seorang pelayan yang paling rendah bahkan tanpa
otoritas ataupun berbagai embel-embel titel dan predikat dalam sejarah
hidupnya.
Tidak ada formula
umum tentang manajemen yang serta merta dapat diberlakukan kepada 7 milyar
manusia di muka planet bumi ini. Tetapi kepemimpinan berlaku umum. Kepemimpinan
adalah kerja menggerakkan suatu kelompok / komunitas menuju visi bersama. Tak
peduli apakah seseorang berjabatan sebagai ketua atau tidak punya jabatan
apapun, jika dia berjiwa pemimpin maka dia dapat mengambil peran mulai di titik
di mana dia berada. Pemimpin pasti seorang inisiator dan inspirator, bukan
pengikut, penghasut ataupun pengecut. Kuncinya adalah mengambil peran dan tanggung jawab,
karena biasanya pengikut, penghasut dan pengecut alergi dengan tanggung jawab.
Visi pengembangan
TC sudah dipresentasikan di awal tahun 2015, yaitu Kedaulatan Petani atas Pangan. Gambarannya adalah suatu tempat
belajar atau laboratoriun Kedaulatan Pangan di mana setiap orang dari komunitas
apapun (bisa gereja, mesjid, pura, vihara, kelompok-kelompok pemuda, kelompok perempuan, dlsb) dapat saling
bertemu, berdiskusi, saling berbagi pengalaman dan membuktikan bersama bahwa
dalam sebuah komunitas yang adil dan saling menopang dengan kepemimpinan yang
melayani, niscaya kedaulatan petani atas pangan dapat dipenuhi oleh sumberdaya
dalam komunitas petani itu sendiri. Untuk terwujudnya hal itu dibutuhkan
Community Development yang dibangun dengan kesamaan keprihatinan, prinsip,
keberpihakan dan pemahaman tentang kemandirian petani.
Terwujudnya TC
sebagai laboratorium kedaulatan petani membutuhkan kepemimpinan yang melayani
dan manajemen yang menjunjung harkat petani (sesuai Renstra Trukajaya
2011-2016), bukan mengembangkan konsep hubungan majikan yang membayar dan
buruh yang dibayar. Bukan tentang indahnya
penampilan sesaat sayuran, bunga-bunga dan buah dengan segala aturan
budidayanya yang mengandalkan buku-buku, tetapi tentang bagaimana
membudidayakan semua komoditas itu dalam sebuah komunitas yang saling menopang, dalam
kepemimpinan melayani dan menghidupkan kembali kedaulatan petani sebagai bentuk
perlawanan terhadap penguasaan pangan yang telah terlanjur mematikan
kemandirian petani.
Visi pengembangan
Puspapari tersebut bukanlah mimpi satu orang sehingga sejak awal sudah
dipaparkan bahwa ini tidak dapat
dikerjakan dan dipikirkan oleh hanya satu orang sendirian. Itu sebuah komitmen
bersama yang dibangun sejak Puspapari ada. Nama Puspapari sudah terdengar
indah, kiranya ke depan semakin indah sebagai tempat belajar tentang pangan dan
energi bagi komunitas dalam kepemimpinan dan manajemen yang benar-benar
mengangkat harkat petani, sebagaimana ada di dalam Renstra Trukajaya
2011-2016.
Penutup
Apapun aktivitas
masyarakat, apakah mereka petani, peternak, pengusaha kecil, pedagang, guru,
ibu rumah tangga, apapun profesi mereka di perdesaan, Community Development
membutuhkan kepemimpinan yang melayani. Itulah yang diajarkan Yesus, sang
pengorganisir sejati ketika membasuh kaki murid-murid.
Di dunia ini tidak
ada prestasi yang bermakna tanpa melalui proses dan perjuangan. Pencapaian yang
diraih Trukajaya sekarang bukan sulap bukan sihir, tetapi melalui perjalanan
panjang Community Development dengan program transmigrasi di tahun 1960-an
sampai dengan program-program yang ada sekarang. Bangsa Israel dipimpin Musa
dan Harun perlu waktu 40 tahun meninggalkan perbudakan di Mesir. Tetapi
pendidikan itu berlangsung terus meskipun mereka sudah keluar dari tanah perbudakan. Sebagaimana
Yesus mendidik para murid, proses pendidikan itu terus berlangsung meskipun
generasi berganti.
Tempat di mana saya berada di Trukajaya saat ini menjadi
batu penjuru yang saya pijak untuk meneruskan langkah menuju ke sebuah
pencapaian berikutnya yang sudah dirancang oleh Tuhan, namun secara pribadi saya
sendirilah yang harus mengambil
peran secara aktif untuk mencari tahu kehendak Tuhan untuk
saya di Trukajaya ini. Secara
kelembagaan, Trukajaya sendirilah yang harus memahami langkah-langkah
berikutnya. Community
Development adalah dunia luas yang selama ini
menghidupi saya, mendidik dan membentuk pikiran saya, dipupuk oleh Trukajaya. Bagaimana
saya menemukan konsep yang konkret untuk menerapkan pembelajaran Community Development dalam 14 tahun
yang sudah saya lalui untuk kemandirian dan kedaulatan Trukajaya, akan terlihat dalam 1 tahun, 5 tahun dan 10
tahun ke depan.
Salatiga, 15 Pebruari 2016
Eunike Widhi Wardhani