(Presentasi di Seminar Perumusan
Strategi Untuk Mewujudkan Pelembagaan Peran Organisasi Kemasyarakatan (dan/
atau NGO) Dalam Mendukung Penyelenggaraan Pembangunan Daerah di kabupaten
Semarang)
Apresiasi
untuk Bappeda Kab. Semarang yang mengadakan acara ini, sebagai bentuk
keterbukaan pemerintah kepada ormas dan public. Ini menjadi kesempatan untuk
memetakan peran masing-masing pihak.
MENGAPA HARUS ADA NGO (NON GOVERNMENT ORGANIZATION)
Negara
merupakan organisasi yang memiliki kedaulatan atas wilayah dan pemerintahannya
sendiri untuk kesejahteraan rakyat
sebagai pemilik Negara itu secara kolektif.
Indonesia
merupakan Negara yang didirikan atas perjuangan merebut kemerdekaan (bukan
pemberian) oleh para pejuang dengan pengorbanan tenaga, harta, waktu, keringat, darah dan nyawa mereka mulai dari keberhasilan merebut kemerdekaan, menetapkan
Undang-Undang Dasar Negara (yaitu UUD 1945), menetapkan dan menyepakati Pancasila
sebagai Dasar Negara. Peletakan dasar-dasar itu diestafetkan dari generasi ke
generasi dan diejawantahkan menjadi berbagai produk peraturan mulai
pemerintahan di tingkat pusat sampai ke desa-desa. Semua peraturan itu tujuan
intinya adalah kesejahteraan seluruh rakyat tanpa kecuali (bukan kesejahteraan
golongan tertentu saja, pihak tertentu saja ataupun para pemimpin saja yang
mengabaikan kepentingan rakyat). Itulah yang diemban pemerintah sebagai
“panitia” penyelenggara NKRI yang wajib
melayani kebutuhan rakyat Indonesia berdasarkan hak-haknya sebagai warga negara.
Kehidupan berbangsa
dan bernegara memiliki kompleksitas dan keunikan tersendiri.
Non Government Organization (NGO) atau LSM
atau sering juga disebut organisasi masyarakat sipil, dengan keswadayaannya
awalnya hadir sebagai control terhadap peran pemerintahan yang belum maksimal,
mendorong secara positif pihak pemerintah untuk melakukan fungsinya secara
lebih menjangkau pihak-pihak yang terampas haknya. Secara teksnis, NGO juga
seringkali mempertanyakan hal-hal yang seharusnya menjadi ranah public tetapi belum atau tidak cukup dipublikasikan.
Kita pernah mengalami suatu masa di mana ada jarak dalam konteks visi antara pemerintah dan NGO. Ada saling curiga dan kurang dapat saling bersinergi. Itu kondisi masa lalu. Sekarang sudah banyak perbaikan yang dilakukan pemerintah. Demikian juga seharusnya manajemen dalam sebuah NGO. Pemerintah dan NGO seharusnya bersinergi untuk satu tujuan yang sama. Itu dapat terwujud ketika ada keterbukaan NGO kepada pemerintah maupun sebaliknya. Pada perkembangannya
hingga saat ini, jumlah NGO berkembang pesat, dan muncul beberapa jenis NGO
yang didirikan berdasarkan berbagai kepentingan yang berbeda-beda.
Keberadaan
banyak NGO itu merupakan salah satu bentuk akomodasi dari pasal 28 UUD 1945 yaitu
demokratisasi rakyat dalam hal berkumpul, berserikat dan berorganisasi. Ruang
gerak dan aktualisasi diri NGO semakin mendapat tempat di hati public. Swadaya
masyarakat bukan hanya sumber dana tetapi lebih mendasarkan pada nilai-nilai yang
menghidupi gerakannya.
Kelahiran
NGO itu dari rakyat yang belum/tidak terpenuhi hak-haknya di dalam suatu Negara.
Rakyat
Indonesia (khususnya rakyat di kab. Semarang) menyambut antusias NGO-NGO yang
memperkenalkan diri dengan membawa banyak kepentingan. Hal-hal positif, tentu akan
diterima dan dikembangkan oleh rakyat sepeninggal NGO itu mendampingi mereka. Saya
kurang tahu persis di Kab. Semarang ini berapa jumlahnya, tetapi dugaan saya
ratusan. Tetapi ternyata ada juga NGO yang dibentuk sekedar men-download anggaran dari pihak lain (bisa
donor dalam negeri, atau luar negeri) tetapi itu hanya digunakan sebagai kedok
semata, k dsb. Setelah dapat dana, kemudian memperkaya lembaga itu sendiri, juga ada yang bubar
jalan karena salah urus atau tidak bubar tetapi abai pada visi-misi awal sebagai mitra pemerintah menjangkau kebutuhan rakyat, kemudian mengabaikan amanat/ mandat awal yaitu
membela rakyat yang terpinggirkan karena kalah akses, lupa memberdayakan rakyat,
NGO dan pemerintah
Pada
perkembangan saat ini, kedudukan NGO mulai dimaknai sebagai organisasi yang
dapat berdiri berdampingan dengan pemerintah, NGO bisa berperan dalam
mendekatkan pemerintah dengan rakyat.
Titik temu
pemerintah dan NGO adalah kemampuan berpikir dan bersikap positif kedua pihak tersebut. NGO perlu mengembangkan sikap positif terhadap pemerintah. Pemerintah adalah pengayom rakyat yang berpikiran baik dan berjuang untuk rakyat. Masih banyak kelemahan dalam kultur, prosedur, birokrasi dan hirarki sehingga banyak mandate yang belum menjangkau semua public yang
berhak, itu harus diakui dengan tujuan diperbaiki lebih maksimal. Di sinilah NGO dapat berperan secara positif. Melalui apa? NGO yang
ideal tidak mendasarkan kegiatan pada pendanaan tetapi pada perubahan
masyarakat untuk memberdayakan dirinya. NGO dihidupi oleh nilai-nilai dan
visi-misi yang diperjuangkan. Itu proses panjang yang disiapkan di tubuh
lembaganya secara konsisten.
NGO (yang
baik) dan pemerintah adalah partner yang cocok untuk mewujudkan tujuan pembangunan.
NGO yang baik :
1.
Didirikan
dengan visi-misi yang tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila sebagai
dasar Negara. Tidak ada perbedaan ideologi dengan pemerintah.
2.
Karena
strukturnya lebih fleksibel, NGO lebih mudah “blusukan” tanpa prosedur yang
panjang, selama tidak melakukan pelanggaran hukum dan nilai-nilai dalam
masyarakat. NGO bisa menjadi jembatan yang baik, menolong rakyat untuk
“menjemput bola” terhadap program-program dan anggaran pemerintah, dengan
memahami bahwa pemerintah sebagai pelayan rakyat sering terbentur berbagai
keterbatasan menjangkau rakyatnya.
3.
Biasanya
personil NGO yang langsung mendampingi rakyat dibekali pendidikan dasar tentang
HAM, demokrasi, kepemimpinan, organisasi dan pengetahuan dasar lainnya yang
dibutuhkan dalam aktivitasnya bersama masyarakat yang didampingi. Bekal-bekal
ini dapat dijadikan bahan diskusi NGO-pemerintah-rakyat sehingga pihak-pihak
tersebut dapat saling memperkaya data, ide, konsep sampai pada implementasi
program bersama.
4.
Selain
dapat melakukan kritik (tentu dalam bentuk aksi damai dan santun) kepada
pemerintah, sebagai sahabat baik pemerintah NGO Indonesia juga dapat menjadi
penolong yang menyukseskan program-program pemerintah.
Tentang Kepentingan Asing
Di kondisi global saat ini, tidak ada batas-batas
yang jelas antar Negara, rasa nasionalisme sebagai bangsa
Indonesia harus tetap terjaga, tidak boleh luntur, siapapun itu dan di manapun posisinya apakah sebagai pemerintah ataupun
masyarakat sipil.
Ada banyak NGO yang didanai pihak asing. Siapapun
donor dan dari negara manapun, NGO Indonesia mutlak harus memiliki dan menjaga
nasionalisme ke-Indonesia-an.
Pihak donor,
baik perorangan maupun lembaga, baik dari dalam maupun luar negeri memberikan
sejumlah dana dan meminta laporan dari NGO karena donor tersebut sejatinya
mendanai idealis. Idealis itu biasanya berakar pada nilai-nilai Universal.
Lembaga NGO
harus memiliki nilai-nilai universal maupun nasional yang dijaga dan “tidak
terbeli” oleh kepentingan donor maupun pihak-pihak lainnya. Jika dalam
perjalanannya kemudian pihak lembaga donor memunculkan kepentingan yang
merugikan kepentingan nasional Indonesia atau bertentangan dengan nilai-nilai
yang disepakati, maka NGO juga harus berani menyatakan sikap dan
menolak berbagai pengaruh dan penggiringan terhadap kepentingan itu sampai
kepada keputusan untuk menghentikan kerja sama.
Dalam
konteks nasionalisme kebangsaan, seharusnya NGO dan pemerintah bersatu padu karena
keduanya memiliki kekuatan untuk melindungi negaranya dari kepentingan asing
yang merugikan negara. NGO dan pemerintah dapat bekerja sama melakukan pendidikan
kebangsaan dan bela Negara. Ini kritik ke dalam NGO juga kalau selama ini
mengabaikan soal nasionalisme dalam tubuh lembaganya. Ini juga kritik kepada
pihak-pihak yang terlalu lemah dan termakan strategi ekonomi global dengan
membiarkan asset-asset Negara diambil oleh pihak asing (kasus eksploitasi tambang,
hutan dan kekayaan alam Indonesia oleh pihak asing). Berapa kerugian rakyat Indonesia dari 1 jenis
produk tambang saja, belum yang lain.
Bila pemerintah
bersatu dengan NGO, artinya itu kebersatuan rakyat juga yang akan berdampak besar bagi kepentingan negara dan keutuhan NKRI.
Walaupun NGO
sebagai lembaga independen, namun harus membuka diri kepada pihak pemerintah
setempat dalam hal konsen pelayanannya, kemungkinan-kemungkinan kerja sama
untuk saling melengkapi demi terwujudnya kesejahteraan rakyat yang menjadi
tujuan bersama. Keberadaan NGO itu juga harus diketahui oleh pemerintah
setempat dan lingkungan sekitarnya. Keuangan NGO tersebut juga harus diaudit
oleh lembaga akuntan publik yang kapabel. Perspektif positif sebuah NGO
ditunjukkan dengan berbagai bentuk keterbukaan yang menunjukkan bahwa aktivitas
NGO tersebut positif bagi penguatan masyarakat, berperspektif positif terhadap
pemerintah dan tetap menjaga nasionalisme, karena sadar sebagai lembaga yang
berdiri di NKRI dan taat pada hukum yang berlaku di NKRI. Itu seharusnya
menjadi prasyarat semua NGO maupun CSR atau ormas lainnya pada keterlibatannya
dalam pelaksanaan pembangunan daerah.
Strategi kerja sama NGO dan pemerintah
NGO adalah
lembaga independen yang memiliki struktur tersendiri dan memiliki kebijakan
manajemennya sendiri dan mekanisme pelaporan kepada donor dan public dengan
aturan masing-masing pula, tidak sama antara NGO satu dengan NGO lain, maupun
dengan pemerintah. Namun itu tidak menutup kemungkinan kerja sama konkret
antara NGO satu dengan yang lain maupun dengan pemerintah selama visi-misi serta
nilai-nilai yang diperjuangkan tidak saling bertentangan. Bentuk-bentuk kerja
sama NGO dan GO dapat dilakukan melalui :
1. Pengawas Pelaksanaan Kegiatan. NGO dapat dilibatkan
untuk mengawasi kegiatan pemerintah, atau istilahnya NGO itu sebagai Watcher. Pemerintah
dapat meminta sebuah NGO untuk melakukan pengawasan pada salah satu program
yang dilaksanakan di tingkat rakyat.
2. Pembagian peran dalam satu program bersama. Misal NGO sudah
memiliki perencanaan kegiatan dan anggaran bersama masyarakat/ suatu komunitas,
namun untuk melaksanakannya ternyata kedua pihak memerlukan dukungan dari
pemerintah. Perencanaan itu disampaikan kepada pemerintah setempat kemudian
pemerintah memberikan fasilitasi untuk input-input yang belum dapat dicukupi
oleh rakyat dan NGO tersebut. Hal ini dapat berlaku sebaliknya, juga berlaku
antar NGO.
3. Bentuk-bentuk kerja sama lainnya yang berdasarkan
kesetaraan dan kesamaan visi-misi.
Demikian ,
kiranya dapat memberi pemahaman kita semua tentang posisi, peran dan bagaimana
seharusnya kerja sama dilakukan untuk tujuan kesejahteraan rakyat.
Salatiga, 25
Nopember 2013
Eunike
Brahmantyo
direvisi 23 September 2016
direvisi terakhir 15 Januari 2020, tanpa mengubah esensi aslinya