KEDAULATAN DAN KETAHANAN PANGAN
MELALUI PERTANIAN ORGANIK
Oleh : Eunike Widhi Wardhani
Latar belakang
Bencana yang dialami bangsa Indonesia tak hanya tsunami Aceh,
gempa bumi di Jogja ataupun letusan Merapi namun dunia pertanian Indonesia pun telah
lama berada dalam bencana yang berkepanjangan. Bukan menakut-nakuti, tetapi itu
memang sudah terjadi. Bukan di jauh sana,
tetapi sudah ada di sekitar kita, di depan kita bahkan menyatu di dalam diri
kita.
Dahulu kita mengenal baik padi lokal Bengawan, Rojolele, jagung lokal
yang rasanya lebih enak dan dapat dibuat nasi jagung. Karena tanaman-tanaman
lokal tersebut dibudidayakan oleh petani dahulu, sebelum mereka diperkenalkan
dengan benih-benih introduksi dari luar negeri yang berpasangan dengan pupuk
kimia yang teknologinya pun berasal dari luar negeri.
Kondisi pertanian Indonesia
sekarang ini sangat memprihatinkan. Kalau kita ikuti informasi di media massa
bahwa harga benih dan pupuk melambung tinggi terus-menerus tak bisa turun lagi.
Sementara hasil panen petani baik itu padi, jagung, dll selalu ditekan.
Kalaupun ada peningkatan, petani belum sempat menikmati hasilnya sudah
didahului kenaikan harga pupuk dan benih. Dari tahun ke tahun selalu begitu.
Kadang dalam setahun bisa terjadi 4-5 kali kenaikan harga benih. Belum soal
kelangkaan pupuk yang kabarnya terjadi di mana-mana. Kondisi ini berlangsung
lama dan telah membuat petani tertekan dan seolah terombang-ambing dalam
ketidakpastian. Padahal itu satu-satunya harapan hidup mereka.
Ketergantungan terhadap benih dan pupuk kimia
Mungkin kita sendiri sudah
tidak ingat kapan persisnya mulai terjadi bencana itu. Yang jelas sejak
diberlakukannya Revolusi Hijau tahun 1960-an, memang pertanian yang menjadi
tulang punggung masyarakat Indonesia sebagai negara agraris telah dikendalikan
oleh kepentingan modal besar yang mendikte pertanian. Revolusi hijau
menghancurkan sistem pertanian tradisional, menggantinya dengan pertanian
modern yang ditandai dengan adanya saprotan (sarana produksi pertanian) yang
lebih memudahkan petani dalam bercocok tanam. Hal itu memberi tawaran yang
menggiurkan sehingga petani kini telah terjebak dan mengikuti pola tersebut.
Berbicara tentang pertanian
tak hanya berbicara soal bagaimana proses bercocok tanam tetapi beberapa syarat
yang harus disiapkan sebelumnya. Tanah (alat produksi), budidaya, dan pasca
produksi (setelah panen) merupakan rangkaian sistem yang tak dapat dipisahkan.
Petani bisa sejahtera kalau : menguasai tanah, menguasai proses produksi
(budidaya) dan menguasai hasil panen. Tetapi yang terjadi adalah hanya sebagian
kecil petani memiliki dan menguasai tanah. Selebihnya dikuasai pemodal besar
yang mendapatkan fasilitas dari negara seperti perkebunan, pertambangan, dll
sementara petani hanya sebagai tukang tani semata.
Pengolahan tanah serta
budidaya pertanian di Indonesia setelah diberlakukannya Revolusi Hijau telah
dikendalikan oleh modal besar yang didukung pemerintah seperti halnya sarana
dan prasarana pertanian dengan diberlakukannnya peraturan-peraturan yang
memojokkan petani sehingga terpaksa menggunakan pupuk dan pestisida kimia.
Perkembangan berikutnya hal itu mematikan kreatifitas dan ketelitian petani
dalam melakukan pengolahan lahan dan budidaya. Dan yang lebih mengerikan adalah
ketergantungan terhadap produk kimia dalam kehidupan petani.
Pada saat panen, petani tidak
mempunyai kekuatan sedikitpun untuk menentukan harga atas produk pertanian yang
dihasilkannya, tetapi justru orang-orang yang memiliki modal besar yang
difasilitasi negara yang dapat menentukan harga hasil dari produk pertanian
sehingga kehidupan petani selalu tertindas.
Kerusakan tanah
Tanah telah memberikan
kehidupan bagi manusia, hewan dan tumbuhan. Kesuburan tanah ditentukan oleh
faktor alami dan manusia. Sisa-sisa tanaman/ tumbuhan, kotoran hewan, timbunan
dari letusan gunung berapi mengakibatkan bertambahnya unsur hara tanah.
Manusia bisa mendukung namun
bisa juga menghambat kesuburan tanah. Manusia dalam perkembangan dewasa ini
masih banyak yang melakukan pola kerja tidak arif dan bahkan merusak tanah.
Manusia hanya bisa memeras tanah dengan mengambil manfaatnya hasilnya tetapi
lupa bahwa tanah juga membutuhkan pengembalian bahan organik. Manusia hanya
mementingkan tanamannya subur dengan pemakaian bahan kimia, tetapi tanah yang
menderita untuk mengahasilkan tanaman subur itu, tidak ditolong.
Lama-kelamaan tanah tak mampu
lagi memenuhi keinginan manusi menghasilkan tanaman yang subur, tetapi malah
mengalami kerusakan yang luar biasa antara lain tanah menjadi keras (bantat),
kelembaban tanah rendah (tanah menjadi sangat kering), tidak dapat menyimpan
hara karena tercuci, jasad hidup kecil di dalam tanah mati karena penggunaan
pupuk dan pestisida kimia, kandungan bahan organik menurun sehingga tanah
menjadi tidak subur.
Dalam mengatasi permasalahan itu,
mulai dikembangkan pertanian organik, yaitu sistem pertanian dengan upaya
memasukkan bahan organik ke dalam tanah untuk menghidupkan unsur-unsur yang
menopang unsur hara dalam tanah.
Kembali ke Pertanian Organik sebagai siklus yang sehat
Sebenarnya Pertanian Organik
bukan hal yang baru bagi kita. Simbah-simbah, nenek moyang kita dulu telah
mengajarkan cara bercocok tanam dengan memperhatikan keseimbangan alam. Kotoran
ternak, digunakan sebagai pupuk untuk menyuburkan tanaman padi, jagung dan sayuran.
Setelah panen, sisa panen berupa tangkai padi, tebon, rumput-rumput (gulma)
digunakan untuk pakan sapi. Sapi menghasilkan kotoran yang dikembalikan ke
lahan/ tanh. Demikian seterusnya sehingga tidak ada bahan yang terbuang karena
semua berputar menjadi siklus yang sehat dan tidak terputus.
Untuk memulai kegiatan
Pertanian Organik, kita bisa memulai dari lahan kita masing-masing. Lahan di
sekitar kita dapat ditanami berbagai tanaman sayuran, buah, dll dengan
mengutamakan masukan bahan organik. Kita dapat membuat pupuk organik sendiri
yang tentunya bahan-bahannya didatangkan dari luar lebih dahulu, kalau belum
ada. Kemudian jika ada hama/ penyakit, kita tak perlu membeli pestisida kimia,
namun ada banyak tumbuhan/ tanaman di sekitar kita yang dapat digunakan untuk
mengendalikan hama/ penyakit.
Secara prinsip, Pertanian Organik memberi perhatian pada:
1.
Pemanfaatan tanah secara bijaksana
2.
Pemanfaatan bahan organik
3.
Penggunaan benih lokal
4.
Sesedikit mungkin masukan dari luar (benih dari luar
dan pupuk kimia)
5.
Menyatukan antara peternakan dengan pertanian dalam
satu sistem budidaya
6. Memihak kepada petani kecil yang kepentingannya tidak
tertampung oleh sistem pertanian modern
7.
Ramah lingkungan
8.
Layak secara ekonomi (biaya produksi lebih murah)
9.
Adil dan tidak merugikan manusia dan tanah.
Salatiga, 9 juni
2006
Penulis
Tidak ada komentar:
Posting Komentar